Akarasa – Selamat
datang kerabat akarasa. Alih-alih padam, justru dendam kesumat Mustakaweni
kepada Pandawa semakin menjadi-jadi karena seringnya dikipas-kipasi kakaknya,
Prabu Bumiloka (Bumintaka/Nilarudraka) raja kerajaan Tegalparung. Mustakaweni,
putri Prabu Niwatakawaca ini menjadi tumpuan harapan dinasti kerajaan Manimantaka
untuk melunasi dendam mereka kepada Pandawa, khususnya kepada Arjuna, sang
pembunuh Prabu Niwatakawaca beserta keluarga besarnya.
Pasti sampeyan
bertanya-tanya, mengapa Arjuna membunuh Prabu Niwatakawaca?
Begini kisanak,
sebenarnya dalam perkara ini Arjuna hanyalah pelaksana tugas dari Batara Guru
(Batara Manikmaya), yang mendaulatnya untuk membunuh Niwatakawaca lantaran raja
Kerajaan Manimantaka itu kerap kali mengancam dan menyebarkan ketakutan di
Marcapada atau dunia manusia dan di Madyapada atau dunia para dewa. Di dunia
para dewa, Prabu Niwatakawaca membuat kekacauan karena keinginannya
mempersunting Dewi Supraba ditolak oleh Batara Guru. Sementara di dunia
manusia, dia ingin diakui sebagai penguasa yang paling pantas untuk ditakuti.
Prabu Niwatakawaca yang
ketika mudanya bernama Arya Nirbita itu mempunyai ciri mata kanannya buta
karena ditusuk oleh Dewi Supraba dengan kacip (pemotong buah gambir; ternyata
bidadari juga ‘nyirih’). Dewi Supraba melakukan itu ketika Arya Nirbita
mengintip tingkah polah para bidadari di kahyangan Kaideran. Sejak peristiwa
itulah Arya Nirbita yang sudah beristri Dewi Sanjiwati, ibu Mustakaweni,
berjanji akan mblales Dewi Supraba
dengan mempersuntingnya.
Menurut Batara Guru,
Niwatakawaca hanya dapat dihancurkan oleh manusia sakti yang mampu menahan
segala nafsu duniawinya, dan pilihan jatuh ke Arjuna karena dia berhasil laku tapa brata yang ketika itu Arjuna
menyamar sebagai resi dengan nama Begawan Mintaraga di puncak Gunung Indrakila.
Saat itu niat Arjuna
melakukan tapa brata hanya untuk mendapatkan kekuatan dari dewa guna
menghadapi musuh-musuhnya kelak dalam perang besar keturunan Bharata
(Bharatayuda). Tapa brata itu dilakukannya saat Pandawa dan Drupadi menjalani
hukuman pengasingan selama dua belas tahun di hutan Wanamarta (Wisamarta) yang
kemudian hutan itu menjadi Negara Indraprasta (dalam lakon Babat Alas Wisamarta).
Keteguhan tapa brata Arjuna tak tergoyahkan karena
dia mampu menahan godaan tujuh bidadari, yang salah satunya adalah Dewi
Supraba. Akhirnya Batara Guru memberi Arjuna sepucuk panah mahasakti bernama
Pasupati. Namun sebuah tugas berat mesti dipikulnya. Arjuna harus menghancurkan
kekuatan Prabu Niwatakawaca.
Mengapa Arjuna kawin
dengan Dewi Supraba?
Dewi Supraba menjadi
duta para dewa untuk mendampingi Arjuna dalam menumpas Prabu Niwatakawaca.
Mereka berdua berbagi tugas; Dewi Supraba bertugas untuk mencari rahasia
kematian Prabu Niwatakawaca dengan berpura-pura bersedia menjadi istrinya.
Usaha Dewi Supraba ini berhasil karena ia berhasil menemukan rahasia kematian
Prabu Niwatakawaca yang berada di rongga mulutnya.
Suatu ketika, Prabu
Niwatakawaca menolak hidangan ikan laut yang disiapkan Dewi Supraba. Dewi
Supraba heran, dan karena desakan Dewi, akhirnya Prabu Niwatakawaca bercerita
bahwa dia pernah sakit dan hampir mati karena rongga mulutnya tertusuk duri
ikan, sekalipun duri itu kecil. Dari cerita itu Dewi Supraba berkesimpulan
bahwa kelemahan Prabu Niwatakawaca berada di rongga mulutnya. Segeralah
peristiwa itu disampaikan kepada Arjuna.
Arjuna, yang terus
mengintai sang asura (raksasa) dengan sang bidadari, dengan menggunakan Aji
Panglimunan (membuat dirinya tak terlihat), kemudian bertindak mengalihkan
perhatian Prabu Niwatakawaca dengan menghancurkan gerbang istana sehingga
menimbulkan kegaduhan.
Begitu mendengar
kegaduhan, Prabu Niwatakawaca lantas meninggalkan Dewi Supraba dalam kamar
seorang diri untuk memeriksa sumber kegaduhan itu. Kesempatan ini tak
disia-siakan oleh sang bidadari. Dewi Supraba bergegas terbang meninggalkan
istana menyusul Arjuna.
Setelah mengetahui
rahasia kematian sang asura, Arjuna memimpin pasukan kahyangan untuk
menghancurkan kekuatan Manimantaka dan Prabu Niwatakawaca. Sementara pasukan
kahyangan bertempur mati-matian menyerang pasukan Manimantaka, Arjuna dari
kejauhan membidikkan panah Pasupatinya ke arah mulut Prabu Niwatakawaca. Dan
sekali bidik, “jreeb!!” Pasupati itu melesat bagai kilat menancap pas di rongga
mulut Niwatakawaca hingga tembus ke tengkuknya. Prabu Niwatakawaca tewas
seketika!
Sebagai hadiah
kemenangannya, oleh Batara Guru, Arjuna dinobatkan sebagai raja kahyangan
dengan gelar Prabu Kiritin (yang berarti "tiara permata") sekaligus
dinikahkan dengan Dewi Supraba sebagai permaisurinya. Arjuna tinggal di
kahyangan selama tujuh tahun masa pembuangannya. Buah cinta Arjuna dengan Dewi
Supraba, lahirlah seorang putra, yaitu Prabukusuma atau Bambang Priyambada yang
kelak sebagai Kusumayuda (pahlawan) dalam perang Bharatayuda. Di kemudian hari,
oleh Dewi Supraba, Bambang Priyambada dititipkan kepada Dewi Maheswara dan Resi
Sidik Waspada (ayah Dewi Maheswara) di Pertapan Glagaharum untuk mencari
ayahnya, Arjuna di Marcapada.
Dalam cerita
Mahabharata, Dewi Supraba adalah tokoh bidadari dari kahyangan Jonggringsaloka
dan dianggap sebagai ratu bagi para bidadari lainnya karena keberaniannya dalam
membela hak-hak para bidadari. Meskipun sering disebut-sebut sebagai putri
bungsu Batara Indra (dua puteri lainnya adalah Dewi Tara dan Dewi Tari), ia
sesungguhnya berasal dari cahaya yang kemudian pecah menjadi tujuh rupa, yaitu
dirinya dan para rekan bidadari (Tilottama, Warsiki, Surendra, Gagarmayang,
Tunjungbiru, dan Lenglengmulat).
Dikisahkan sebagai
tokoh wanita selain cantik dan berani (tegas) dalam dunia pewayangan, Dewi
Supraba sering menjadi objek cinta dari para asura atau raksasa yang kemudian
berniat menyerbu dan merusak kahyangan jika lamaran mereka ditolak. Para
raksasa yang berniat mempersuntingnya antara lain Prabu Naga Percona (dalam
kisah Kelahiran Jabang Tetuka/ Gatotkaca), Prabu Nilarudraka (dalam kisah
Asmaradahana), dan Prabu Niwatakawaca (dalam kisah “Arjunawiwaha”).
Bagaimana siasat
Mustakaweni menaklukkan Pandawa?
Walaupun anak raksasa,
Mustakaweni adalah perempuan cantik, pemberani, dan seorang pendekar pilih
tanding yang menjadi andalan kerajaannya, Manimantaka. Setelah berdiskusi
dengan kakaknya, Prabu Bumiloka, diputuskan bahwa, bagaimanapun caranya,
Mustakaweni harus bisa mengambil Jamus Kalimasada, karena itulah pusaka andalan
Pandawa, sekaligus kunci untuk menaklukkan Pandawa.
Awalnya, karena dibakar
oleh dendamnya yang sangat kesumat, Mustakaweni berencana untuk mengobrak-abrik
Pandawa. Sebuah keputusan yang sembrono. Untung saja, di perjalanan, tepatnya
di Gua Dumung, ia bertemu dengan seorang pertapa bernama Resi Kalapujangga atau
Resi Pujangkara yang setelah tahu maksud kepergiannya untuk membalaskan dendam
ayahnya yang tewas dibunuh oleh seorang kesatria, lalu menasehatinya.
“Ngger, janganlah
terburu nafsu. Bertindaklah yang cerdas. Angger tidak akan bisa mengalahkan
musuh dengan cara seperti itu”, kata Resi.
Mustakaweni tersadarkan
bahwa tak mungkin dia mengambil Jamus Kalimasada dari Pandawa dengan cara
terang-terangan. Apalagi dia hanya seorang diri.
“Ampun Resi, lalu
bagaimana saran Resi? Bisakah Resi memberikan suatu cara agar saya bisa
mengalahkan pembunuh ayahku itu?”
Resi Kalapujangga pun
memberikan kesaktian berupa Aji Kamayan kepada Mustakaweni. Aji Kamayan adalah
aji untuk merubah wujud sesuai yang dikehendaki.
“Saya menghaturkan
beribu terima kasih, Resi.”
Penyusupan Mustakaweni
Mustakaweni berhasil
menyusup ke Kerajaan Indraprasta. Saat itu, di Indraprasta disibukkan oleh
kegiatan pemugaran Candi Saptarengga. Dari berbagai informasi yang didapatkan,
bahwa dalam pemugaran candi itu ditemui adanya masalah. Berkali-kali candi yang
telah dipugar itu selalu roboh kembali. Dipugar pagi hingga sore hari, pagi
hari berikutnya berantakan, demikian seterusnya. Padahal sore hingga pagi hari
dijaga ketat oleh para prajurit.
Oleh karena itu para
Pandawa meminta bantuan Prabu Kresna untuk datang ke Saptarengga. Barangkali
ada saran yang tepat. Setelah Prabu Kresna datang ke Saptarengga, dan sudah
melihat masalahnya secara langsung, kemudian Kresna mengajak para Pandawa pergi
ke Pertapan Saptaarga, sebuah Pertapan keramat yang jauh dari pemerintahan Amarta
(Indraprasta). Di Pertapan yang melahirkan pemimpin-pemimpin besar trah Bharata
inilah diharapkan masalah pemugaran Candi Saptarengga dapat diatasi. Sementara
itu, Sadewa dan Gatotkaca diminta untuk menjaga dan mengawasi Candi
Saptarengga.
Setelah cermat
mempelajari situasi, Mustakaweni mulai berhitung, siapa yang akan disarunya.
Semula dia ingin menyaru sebagai Yudistira, tetapi tidak logis. Yudistira pergi
ke Saptaarga. Kemudian dia berniat menyaru sebagai Sadewa. Tetapi dia khawatir
bertemu Nakula. Dan dia belum benar-benar yakin, apakah memang Sadewa yang
bersama Gatotkaca itu, atau jangan-jangan dia adalah Nakula. Bingung! Memang,
fisik boleh sama, suara boleh sama, tetapi karakter, tingkah laku, tidak ada
yang sama betul di dunia ini; dan kalau penyamarannya sampai “kepergok” oleh
salah satunya (Nakula atau Sadewa), bisa gagal semua rencana, pikirnya.
Akhirnya Mustakaweni memutuskan untuk menyaru sebagai Gatotkaca.
Gatotkaca palsu ini
kemudian menemui Dewi Drupadi dan pura-pura diutus Prabu Yudistira untuk
meminta pusaka Jamus Kalimasada untuk dibawa ke Pertapan Saptaarga sebagai
syarat dalam penyelesaian masalah pemugaran Candi Saptarengga. Karena mendadak
Yudistira harus berangkat ke Saptaarga dengan Kresna, jadi Yudistira mengutus
dirinya (Gatotkaca palsu) untuk mengambilnya. Tanpa curiga, Dewi Drupadi
menyerahkan pusaka Jamus Kalimasada kepada orang yang dikira keponakannya itu.
Penyamaran Mustakaweni
ini rupanya kurang sempurna, nyatanya Srikandi – adik Drupadi, yang tidak
sengaja berpapasan dengannya di istana Amarta mencurigai gelagatnya yang tidak
baik itu meskipun sudah berwujud sebagai Gatotkaca. Digertaknya Gatotkaca palsu
itu dan karena Mustakaweni kurang percaya diri, kaget. Dengan membawa Jamus
Kalimasada dia melarikan diri. Dikejarlah Gatotkaca palsu itu oleh Srikandi.
Terjadi perang-tanding antara keduanya. Gatotkaca palsu kewalahan, akhirnya,
panah sakti Ardadedali Srikandi mengenai Gatutkaca palsu. Seketika itu
Gatotkaca palsu berubah menjadi seorang wanita yang tidak dikenalnya.
Merasa terjepit,
Mustakaweni akhirnya membuka kedoknya bahwa ia datang dari Kerajaan Manimantaka
untuk bela-pati ayahnya, Prabu Niwatakawaca yang tewas karena dibunuh Arjuna.
Dia ingin menghancurkan Pandawa, khususnya Arjuna dengan mengambil pusaka ampuh
Pandawa, Jamus Kalimasada. Mendengar alasan itu lalu Srikandi meminta agar
Mustakaweni mengembalikan pusaka itu dan tidak akan mempermasalahkan
penyamarannya. Mustakaweni menolak, dan tetap akan membawa Jamus Kalimasada ke
negaranya. Terjadilah perang-tanding kembali di antara kedua perempuan tangguh
itu. Kembali Srikandi memanah, namun kali ini panahnya meleset dan Mustakaweni
berhasil melarikan diri, melesat ke angkasa.
Srikandi sangat
kebingungan karena musuhnya ternyata tak mudah ditaklukkan. Di saat
kebingungannya itu, datanglah Bambang Priyambada (Bambang Prabakusuma) bersama
para punakawan ke taman Madukara. Semar, sebagai pengasuh “dunia terang”,
memperkenalkan majikannya, Bambang Priyambada, putra Arjuna. Bambang Priyambada
tinggal di Pertapan Glagaharum, bersama ibu asuh dan kakek asuhnya, Resi Sidik
Waspada. Disampaikan oleh Semar bahwa maksud kedatangan Bambang Priyambada ke
Madukara ingin berjumpa dengan ayahandanya, Arjuna. Srikandi pun menceritakan
apa yang baru dialaminya, yakni diambilnya pusaka Jamus Kalimasada oleh
Mustakaweni.
Bagi Bambang Priyambada
kejadian ini dianggap peluang untuk menunjukkan baktinya kepada keluarga
Pandawa, khusunya kepada Arjuna dengan harapan bila Jamus Kalimasada berhasil
dibawanya kembali, Arjuna dengan lapang dada mau mengakuinya sebagai anak. Bambang
Priyambada menyatakan kesanggupannya untuk mengambil kembali Jamus Kalimasada
dari Mustakaweni. Kemudian Bambang Priyambada dan para Punakawan berpamitan
kepada Srikandi, yang juga bibinya itu.
Priyambada dengan
Mustakaweni Pengejaran Bambang Priyambada terhadap Mustakaweni tidak sia-sia.
Bambang Priyambada meminta Mustakaweni untuk mengembalikan pusaka Jamus
Kalimasada kepada Pandawa. Namun, Mustakaweni bukanlah perempuan yang mudah
menyerah. Terjadi perang-tanding sengit. Pertarungan Bambang Priyambada dengan
Mustakaweni lama-lama tidak sekedar menggunakan tangan kosong. Masing-masing
mengeluarkan senjata pamungkasnya. Langit menggelegar akibat dua kesaktian yang
saling beradu.
Akhirnya, merasa sudah
tidak mampu melawan Bambang Priyambada, Mustakaweni melarikan diri dari Bambang
Priyambada. Tidak kurang akal, Bambang Priyambada kemudian ganti bersiasat.
Tanpa sepengetahuan Mustakaweni, kini dia menyaru menjadi Prabu Bumiloka. Prabu
Bumiloka palsu itu segera mencegat Mustakaweni. Betapa gembiranya Mustakaweni
menjumpai kakaknya yang datang tiba-tiba ikut membantunya itu. Tanpa berpikir
panjang, Mustakaweni menyerahkan pusaka Jamus Kalimasada kepada Prabu Bumiloka
palsu.
Betapa terkejutnya
Mustakaweni ketika Prabu Bumiloka palsu itu tatkala berubah menjadi wujud
aslinya. Tak disangka, ternyata Bambang Priyambada juga punya Aji Kamayan! Kini
Pusaka Jamus Kalimasada telah berada di tangan Bambang Priyambada. Mustakaweni
marah dan minta kembali Jamus Kalimasada. Mustakaweni merangseg maju melawan.
Perang-tanding terjadi lagi. Melihat lawannya yang tak mungkin ditaklukkan itu
akhirnya Mustakaweni lari, pergi meninggalkan Bambang Priyambada.
Atas saran Semar,
Bambang Priyambada diminta menyerahkan Jamus Kalimasada kepada Yudistira yang
saat ini berada di Pertapan Saptaarga. Ketika menuju Pertapan Saptaarga,
Bambang Priyambada bertemu Prabu Kresna. Diceritakan peristiwa yang baru
dialaminya dan disampaikan maksudnya untuk menyerahkan Jamus Kalimasada kepada
Prabu Yudistira. Kemudian Kresna menawarkan diri untuk menyampaikan Jamus
kalimasada itu kepada Yudistira. Begitu Jamus Kalimasada sudah di tangan
Kresna, dengan lari meninggalkan Bambang Priyambada, Kresna tadi berubah wujud
menjadi Mustakaweni. Kini giliran, Bambang Priyambada yang terkejut bukan
kepalang. Mustakaweni berhasil menipunya!
Mengetahui hal itu,
Bambang Priyambada tidak tinggal diam, dilepaskannya panah ke sasaran yang
melarikan diri itu dan …., “jresss!”, panah merobek jarit Mustakaweni dan
telanjanglah dia. Melihat buruannya yang sudah tak berkutik itu, Bambang
Priyambada langsung menyambar jarit yang sudah hampir jatuh ke bumi itu dan
ditutupkan kembali ke tubuh Mustakaweni.
Di saat Mustakaweni
dalam pelukan Bambang Priyambada, seketika itu juga Mustakaweni memandang
Bambang Priyambada adalah seorang satria yang selain berwajah rupawan, sakti,
tetapi juga santun. Demikian pula Bambang Priyambada melihat Mustakaweni adalah
seorang wanita yang selain cantik, pemberani, dan pandai dalam olah
keprajuritan, juga gigih dalam meraih keinginan; hatinyapun kesengsem, akhirnya
keduanya saling jatuh cinta.
Rupaya, proses asmara
itu merupakan kesengajaan Batara Guru yang ternyata mengikuti peristiwa demi
peristiwa perebutan pusaka Jamus Kalimasada. Batara Guru sengaja meminta Batara
Asmara (anaknya yang ketiga) untuk menanamkan benih asmara kepada keduanya.
Di saat Bambang
Priyambada dan Mustakaweni “mabuk asmara”, tanpa disadari Jamus Kalimasada
dalam genggaman Mustakaweni jatuh, kemudian ditemukan Petruk. Karuan saja
Petruk yang mendadak mendapatkan pusaka mahasakti itu bingung. Dan Jamus
Kalimasada pun berpindah ke tangan Petruk. Seperti diketahui bahwa siapa pun
yang memegang Jamus Kalimasada, ia akan sakti mandraguna. Tidak terkecuali
seorang abdi seperti Petruk. Kini ia menjadi sangat sakti tak terkalahkan oleh
siapapun.
Begitu Petruk menjadi
sakti mandraguna, ia menjadi berubah pikiran. Petruk ingin menguasai pusaka
itu. Kemudian tanpa ba-bi-bu, pergilah ia ke negeri Ngrancangkencana (Sunyawibawa),
dan karena kesaktiannya itu, ia dapat mengalahkan Raja Ngrancangkencana, dan
Petruk jadi raja di negeri itu. Inilah awal mula kisah Petruk menjadi raja
dengan gelar Prabu Thong Thong Sot Belgeduwelbeh. Sementara itu Bambang
Priyambada dan Mustakaweni sedang “mabuk kepayang”, lupa akan misinya
masing-masing.
Akhirnya, dengan
bimbingan Semar, mereka tersadarkan kembali, mereka berdua dibawa ke Amarta.
Kemudian Mustakaweni dinikahkan dengan Bambang Priyambada dan Bambang
Priyambada sendiri telah diakui sebagai putra Arjuna meskipun tanpa membawa
Jamus Kalimasada. Sementara itu Prabu Bumiloka dalam pengawasan Kerajaan
Indraprasta. Bagaimana nasib pusaka
Jamus Kalimasada selanjutnya? Tunggu tulisan selanjutnya…
0 on: "Musnahnya Jamus Kalimasada"