Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. Judul yang tak biasa, karena Sengkuni ini adalah ikon
perwatakan negatif dalam dunia wayang. Namun demikian, meski tulisan ini
lumayan panjang ada baiknya sampeyan membaca tulisan sampai akhir agar bisa menangkap
maksud tulisan ini.
Baik, kita mulai dari
kata ikhlas itu sendiri. Merujuk dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia),
ke-ikhlas-an berarti kerelaan; ketulusan hati; kejujuran. Paling sederhana
makna dari ikhlas adalah lapang dada atau sikap nrimo (menerima) tanpa perasaan
sakit hati terhadap sebuah situasi.
Sikap lapang dada ini erat
sekali dengan kata sabar, yaitu sebuah sikap untuk menjaga emosi tetap positif
dan tidak putus asa ketika dihadapkan pada kegagalan dengan cara terus
meningkatkan kemampuan diri untuk sebuah tindakan atau rencana yang bersifat
jangka panjang. Sebuah tindakan kerja yang berorientasi pada hasil sudah barang
tentu memerlukan nilai-nilai keikhlasan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil
seperti yang diinginkan.
Sementara politik,
terlepas dari banyak intrik yang membalutnya, menurut Aristoteles adalah usaha
yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Mengacu pada kata
negara maka kegiatan berpolitik adalah sebuah bentuk peran serta masyarakat
baik secara individu atau pun kelompok yang berupaya menciptakan keadaan negara
kearah yang lebih baik untuk kesejahteraan warganya. Demikianlah galibnya!
Sebagai individu yang
mengambil bagian dalam berbagai kebijakan negara, peranan politikus menjadi
sangat penting. Apalagi bila hasil yang diharapkan adalah sebuah wujud kebaikan
bersama maka semangat dari nilai ikhlas dan sabar bisa menjadi dasar dalam
setiap bentuk tindakan politik. Namun ketika politik diartikan dengan kekuasaan
maka politik menjadi sebuah alat untuk mencari dan menggunakan kekuasaan pada
individu atau kelompok lain. Setiap kesempatan digunakan untuk menjatuhkan
lawan. Apakah caranya sesuai undang-undang, sopan atau licik menjadi soal lain
manurut karakter masing-masing pelakunya. Tapi, tentu saja nilai ikhlas dan
sabar tetap dibutuhkan dalam perjuangannya.
Sengkuni, tentu saja
dengan kita mengabaikan lekatan karakter negatif yang ada pada dirinya adalah
contoh seorang politikus lengkap yang bisa mengimplementasikan nilai ikhlas dan
sabar dalam tindakan politiknya. Keinginannya untuk menjadikan Gandhara sebagai
negara yang berdaulat, lepas dari intervensi asing dan sejajar dengan
negara-negara besar lainnya menjadi motif segala sepak terjangnya dalam
perpolitikan Hastinapura.
Ketika nasionalisme muncul sebagai dasar pijakan
berpolitik maka kepentingan individu atau kelompok tidak berarti lagi. Tugas
yang diembankan kepadanya membuat dia rela membuang segala kenikmatan pribadi
sebagai raja di Gandhara tetapi memilih hijrah ke Hastinapura dengan
mengorbankan semua harga dirinya untuk menerima semua ejekan dan cacian dari
para petinggi Hastinapura.
Sebelum kita
membahasnya lebih jauh, ada baiknya kita mengunjungi bidal lama yang
menarasikan Sengkuni ini.
Ada beberapa kisah yang
berbeda mengenai perjalanannya dari kecil sampai meninggal. Tetapi, yang akan
diambil ini sebagian besar dari kisah pewayangan Jawa dan itu pun juga ada
berbagai versi. Masa muda Sengkuni merupakan putra ke dua dari empat bersaudara
putra Prabu Suwala. Dia diberi nama kecil Trigantalpati oleh Prabu Suwala.
Perawakannya kecil dan tampan semasa muda. Saudara paling kecilnya Dewi
Antiwati menjadi istri Patih Udawa dari Dwarawati.
Suatu ketika ada
sayembara untuk memperebutkan putri Mandura, Dewi Kuthitalibrata, yang terkenal
akan kecantikannya. Suman ingin mengikuti sayembara tersebut dan berangkat ke
Mandura bersama kakaknya Dewi Gandari. Patih Sangkuni Di tengah jalan mereka
bertemu dengan Prabu Pandu Dewanata yang sedang dalam perjalanan pulang dari
Mandura karena dia sudah memenangkan sayembara tersebut. Lalu terjadilah
pertarungan antara Raden Suman dan Pandu yang berakhir dengan kekalahan
Trigantalpati.
Selanjutnya Pandu
mengajak Gendari dan Trigantalpati ke Kerjaan Astinapura dan berjanji akan
menjadikan Gendari sebagai istrinya. Namun, Gendari ternyata tidak menjadi
istri dari Pandu. Dia menjadi istri dari Destarastra yang merupakan kakak dari
Pandu. Timbul dendam dalam diri Gendari, bahkan Trigantalpati pun ikut memendam
dendam kepada Pandu. Ditambah dia juga memendam hati kepada Dewi Kunthi. Semenjak
itu, dia selalu bersama-sama dengan Gendari dan Destarastra. Dialah yang
mengasuh dan membesarkan putra-putra Kurawa.
Kurupati lebih dekat
kepada Trigantalpati dari pada sang ayah Destarastra. Kedekatan dengan Kurupati
juga memberikan pengaruh yang kuat terhadap Kurawa yang lain. Karena, adik-adik
Kurupati sangat menghormati sang sulung. Kharisma sang putra pertama begitu
dihormati oleh saudara-saudaranya yang lain. Dendam dalam diri Trigantalpati
terhadap Pandu dan keturunannya benar-benar membuat dia menghalalkan segala
cara agar tujuannya tercapai.
Sedikit demi sedikit
dia mulai melancarkan rencana untuk menjadi penguasa Astina. Dia memulai dengan
ingin menjadi Patih Kerajaan Astina Pura. Rencana pertama adalah dengan
menyingkirkan Gandamana, Patih Prabu Pandu Sang Raja Astina Pura. Pertama dia
provokasi orang-orang Pringgodani untuk mempermasalahkan perbatasan Astina dan
Pringgodani. Kedua negara awalnya bertetangga baik dan rukun-rukun saja. Tahap
kedua, dia provokasi Gandamana untuk memimpin prajurit melawan Pringgodani.
Karena keluguan dan
kejujuran Gandamana, dia pun terprovokasi omongan Trigantalpati. Padahal
awalnya Gandamana mengusulkan penyelesaian lewat jalan damai. Karena, Gandamana
tidak mati dan memperoleh kemenangan, maka dilanjut kerencana ketiga, yaitu
dengan menjebaknya dalam perjalanan pulang. Gandamana dijebak ke dalam sebuah
lubang yang sudah disiapkan dan dihujani dengan tombak. Lalu dikubur di dalam
lobang tersebut. Ternyata Gandamana masih dalam keadaan sehat. Jebakan Trigantalpati
untuk membunuh Gandamana kembali gagal. Jebakan
itu gagal karena kesaktian ilmu kanuragan yang dimiliki Gandamana.
Gandamana pulang ke
Astina lalu menghajar Trigantalpati sampai wajahnya menjadi buruk rupa. Karena
hal inilah muncul nama Sengkuni. Yang berati karena bunyi (ucapan). Selanjutnya
cerita mengatakan bahwa waktu itu Sengkuni meminta Pandu untuk memilih dia atau
Gandamana. Dan Gandamana memilih sendiri untuk pulang ke Pancala dan mengabdi
kepada sang kakak Prabu Drupada. Akhirnya walaupun Gandamana tidak mati terkena
tipu dayanya, Sengkuni tetap menjadi patih Astina.
Patih Sengkuni Setelah
menjadi patih, keinginannya untuk senantiasa membuat permusuhan keluarga Pandu
dan Destarastra semakin terbuka dan mudah. Apalagi dengan meninggalnya ayah
para Pandawa, sang Prabu Pandu Dewanata. Dan diangkatnya Prabu Destarastra
menjadi Raja Astina. Apalagi memang Destarastra merupakan orang yang lemah.
Tahap awal dia selalu
memisahkan anak-anak Pandawa dan Kurawa. Memisahkan ketika mereka sedang bermain
apapun atau pun ketika sedang dilatih oleh guru mereka Sang Maharesi Bisma.
Sengkuni mengajarkan bahwa Kurawa itu Kurawa dan Pandawa itu Pandawa.
Sangkuni sebenarnya
tidak begitu piawai dalam olah kanuragan. Tetapi seluruh tubuhnya kebal
terhadap berbagai jenis senjata karena dengan kelicikannya dia berhasil
mendapatkan khasiat dari minyak Tala milik Prabu Pandu yang sudah meninggal.
Peristiwa minyak tala ini juga yang membawa keluarga Pandawa dan Kurawa bertemu
dengan Bambang Kumbayana. Yang pada akhirnya menjadi guru besar kedua keluarga
tersebut bergelar Pandhita Durna.
Langkah selanjutnya
untuk menyingkirkan Pandawa adalah dengan membunuh mereka lewat peristiwa
pembakaran ‘Balai Segalagala’. Peristiwa ini dimulai ketika Prabu Destarastra
berniat mengembalikan tahta Astina kepada Pandawa. Dengan alasan merayakan
dengan mengadakan pesta, dia merencanakan penjebakan ini. Startegi dengan rapi
mereka jalankan, tetapi Pandawa dan Dewi Kunthi berhasil selamat setelah
dibantu oleh hewan garangan putih yang menunjukkan adanya jalan air di bawah
balai tersebut yang dahulu pernah dibuat oleh Prabu Sentanu, ayah Bisma, Raja
Astina sebelum kakek Pandawa-Kurawa.
Peristiwa ini membawa
Bima bertemu dengan istri pertamannya Dewi Nagagini, putri Bathara Antaboga.
Dewa yang juga menyelamatkan Pandawa dengan menyamar sebagai garangan putih.
Dalam pelarian itu juga terjadi peristiwa ‘alap-alapan Dewi Drupadi’ yang
berhasil dimenangkan oleh Puntadewa lewat bantuan Arjuna dan Bima. Terjadi juga
peristiwa pertemuan Pandawa dengan Prabu Arimba, Raja Pringgadani, berakhir
dengan kematian Prabu Arimba oleh Bima dan diperistrinya Arimbi, adik Arimba,
oleh Bima. Serta peristiwa ‘Kangsa adu jago’ dimana Arjuna dan Bima bertemu
sepupu mereka Kakrasana, Narayana, dan Dewi Laraireng di Kerajaan Mandura.
Rencana ‘Balai
sigalagala’ ini berakhir dengan kegagalan pembunuhan terhadap Pandawa, tetapi
Sengkuni semakin berkuasa di Astina setelah keberhasilan Duryudana membujuk
Destarastra untuk mengangkat dirinya menjadi Raja Astina Pura. Dan kegagalan
pembunuhan Pandawa baru diketahui setelah dua tahun peristiwa ‘balai sigalagala’ terjadi, Pandawa kembali
ke Astina Pura bersama ibu mereka dan Drupadi.
Gagal dengan rencana
ini, lalu dengan dalih untuk menghindari percekcokan maka Pandawa diberikan
sebuah wilayah yang masih hutan belantara. Dalam cerita pewayangan kita kenal
cerita ini dengan lakon ‘babat alas amer’. Pada akhirnya berdirilah kerajaan
yang diberi nama Kerajaan Amarta dengan raja pertamanya Prabu Puntadewa.
Rencana ini juga tak sepi dari konspirasi, karena alas amer merupakan hutan
yang dipenuhi hewan buas dan terkenal angker. Selain rumah bagi hewan buas juga
merupakan sebuah kerajaan jin. Tetapi, sekali lagi rencana gagal.
Ternyata tetap ada
ketakutan dalam diri Duryudana, dia tetap tidak terima dengan apa yang
diperoleh Pandawa. Bisa kita andaikan, walau tidak tertulis, Kerajaan Amarta
yang dibangun oleh Pandawa ini semakin maju pesat dalam berbagai bidang dan
bisa menggeser peran sebagai Kerajaan yang sudah mapan sebelumnya yaitu
Kerajaan Astina. Maka Sengkuni pun beraksi dengan mengusulkan kepada Duryudana
untuk mengundang Pandawa main dadu. Dalam budaya waktu itu, undangan main dadu
dari seorang raja kepada raja lain merupakan suatu kehormatan.
Selain menyingkirkan
Pandawa, Sengkuni juga ingin Kurawa berkuasa penuh atas Amarta. Dengan
kelicikan Sengkuni, dia mengakali dadunya sehingga bisa diatur untuk kemenangan
Kurawa. Dalam lakon ‘Pandawa Dadu’ ini jatuhlah Amarta kepada Duryudana.
Pandawa harus berada dalam pengasingan selama 12 tahun, serta 1 tahun
bersembunyi untuk membayar taruhannya. Jika pada tahun ke-13 mereka ketahuan
maka mereka harus mengulang lagi untuk 12 tahun begitu seterusnya.
Dalam lakon-lakon
penting, secara garis besar beginilah urutan pentingnya. Karena lakon penting
setelah ini adalah Perang Bharatayudha. Tetapi ada begitu banyak lakon-lakon
yang lain yang menghiasi kisah pewayangan yang melengkapi cerita-cerita utama.
Dalam lakon-lakon itu
akan kita dapati bahwa Patih Sengkuni merupakan otak dari setiap tidakan buruk
yang dilakukan Kurawa kepada Pandawa. Semisal ketika dia membujuk Pandhita
Durna untuk membuat reka daya guna melenyapkan Bima. Kembali reda daya ini
gagal, malahan Bima bisa bertemu dengan Dewa Ruci dan mendapatkan pencerahan
dalam hidup.
Sebenarnya upaya
perdamaian Pandawa dengan Kurawa sudah diusahakan sejumlah pihak. Namun
upaya-upaya itu selalu gagal terbentur kesombongan Duryudana ditambah provokasi
Sengkuni yang ingin menguasai secara penuh wilayah Astina Pura. Ingat Amarta
sebenarnya wilayah Astina yang dikembangkan oleh Pandawa menjadi Kerajaan maju.
Dalam cerita asli,
sebenarnya bagi Pandawa wilayah Amarta atau Indraprasta sudah cukup dan tidak
perlu untuk menguasai Astina secara penuh. Tetapi, dalam cerita pewayangan Jawa
mungkin ada perbedaan pendapat antar dalang. Karena, nampaknya saat ini tidak
ada cerita yang benar-benar mengikuti alur sehingga ada beberapa perbedaan
masalah ini. Ada yang mengatakan, Pandawa tetap meminta haknya. Namun ada pula
yang mengatakan, cukup diberi sedikti wilayah Astina.
Kesombongan Kurawa ini
dikarenakan secara head to head Kurawa sudah unggul di medan pertempuran.
Karena mereka punya Adipati Karna, orang paling sakti di dunia wayang. Mereka
juga punya Resi Bhisma dan Pandhita Durna yang keduanya merupakan guru besar
Pandawa dan Kurawa. Ada juga Prabu Salya, Jayadrata, dan raja-raja lain.
Ditamabah lagi mereka ada 100 orang yang tentu saja mereka mempunyai kesaktian
juga. Apalagi Duryudana dan Sengkuni sama-sama kebal berbagai macam senjata.
Sekali lagi secara kekuatan fisik sebenarnya Kurawa unggul.
Tetapi, kekalahan
Kurawa dalam perang Bharatayuda dikarenakan tidak adanya persatuan di antara
mereka dan tidak ada ahli startegi perang yang mumpuni. Salya dengan Karna
saling bermusuhan padahal mereka ini mertua dan menantu, hal ini juga yang
menyebabkan Karna kalah melawan Arjuna. Dan beberapa permusuhan lain dalam
tubuh Kurawa. Kematian senopati-senopati perang pihak Kurawa terjadi karena
kecerdikan Kresna membuat reka daya dalam perang sehingga para senopati Kurawa
gugur satu per satu. Dan orang seperti Kresna tidak ada dalam tubuh kubu
Kurawa.
Dalam peperangan dunia
nyata memang banyak akan kita dapati kekuatan secara fisik tidak menjamin
sebuah kemenangan. Kemajuan peradaban pun juga tidak menjamin secara penuh
sebuah kemenangan dalam perang. Banyak kemenangan terjadi karena strategi yang
digunakan lebih unggul, tepat guna, dan berhasil guna untuk memperoleh
kemenangan dalam perang.
Kematian Sengkuni
Sengkuni meninggal di medan laga ketika terjadi perang Bharatayudha meletus.
Dalam cerita asli, Sengkuni mati di tangan Sadewa. Tetapi dalam pewayangan dia
mati di tangan Bima. Karena khasiat minyak tala, dia menjadi sulit untuk
dikalahkan. Sampai-sampai Bima putus asa dan kehabisan akal, sampai dia
mendapat nasehat dari Kresna dan Semar untuk menyerang bagian mulut dan
duburnya, karena dua bagian itu yang tidak mendapat khasiat dari minyak tala.
Dan akhirnya Sengkuni
dapat dikalahkan, walaupun belum mati karena khasiat minyak tala, dalam keadaan
parah karena mulutnya sobek dan tubuhnya remuk. Dia mati setelah Duryudana
dikalahkan Bima dan dalam keadaan sekarat dan luka parah, Duryudana, mengatakan
bahwa dia hanya mau mati bersama istrinya, Dewi Banowati, karena istrinya lah
pasangan hidup dan matinya.
Atas saran Kresna,
Sengkuni yang belum mati didekatkan ke Duryudana. Duryudana tidak tahu karena
matanya sudah buta akibat pertarungannya dan Sengkuni juga sudah tidak bisa
bicara. Duryudana dan Sengkuni mati bersama setelah Duryudana menggigit leher
Sengkuni. Dan memang benar Duryudana mati bersama pasangan sehidup sematinya,
yaitu si Sengkuni. Setelah mati, Bima mengambil kulit bagian dada Sengkuni
untuk digunakan sang ibu Dewi Kunthi sebagai kemben. Hal ini terjadi karena
Sengkuni pernah mencoba untuk memperkosa Dewi Kunthi sampai kebayanya terlepas
tetapi dapat diselamatkan Bima. Sampai-sampai Kunthi bersumpah tidak akan lagi
menggunakan kebaya sebelum menggunakan kulit Sengkuni sebagai kebaya.
Penutup
Keteguhan hati dan
keikhlasan Sengkuni demi rakyat Gandhara ibarat sebuah gunung yang memberikan
airnya, dia tidak menyimpan suatu apapun dalam dirinya. Sengkuni sadar bahwa
sebuah usaha bisa berhasil dan gagal namun hal tersebut tidak menjadikan dia
lemah dan berhenti bekerja. Meskipun melewati masa berpuluh-puluh tahun, tidak
sekalipun memunculkan egoisme atau pun merubah arah tujuan awal perjuangannya.
Kerja keras, semangat
dan tidak pernah putus asa. Sengkuni memiliki itu semua. Ketika rencana dan
strateginya gagal, dia terus berusaha dan selalu meningkatkan kemampuan
berpikirnya. Dia mengenali batasan dan kemampuan diri dan lawan dengan sangat
baik. Sebagai orang yang tak henti mengevaluasi diri. Sengkuni bisa menguasai
Indraprastha lewat permainan dadunya.
Politikus adalah orang
yang paham akan dinamika politik serta penuh perhitungan dalam
langkah-langkahnya. Sengkuni sadar segala sesuatu bisa berubah seiring waktu
dan keadaan, hal itu pulalah yang mendorong dia untuk tidak percaya seratus
persen pada orang-orang disekelilingnya yang notabene-nya adalah orang-orang
yang menjadi koalisinya. Adipati Karna misalnya, meskipun selalu berada
dipihaknya namun tetap tidak pernah dia percayai sebab dalam sebuah ketegangan
politik yang panas, seorang teman bisa saja berkhianat. Meskipun dalam kisah, Sengkuni
kalah akan tetapi dia berhasil menjadi tokoh besar.
Apakah Sengkuni jahat? Iya, tetapi bukankah tidak ada manusia
yang benar-benar jahat atau pun benar-benar baik. Pasti ada nilai baik dari
seorang yang dianggap jahat, begitupun sebaliknya, pasti ada nilai buruk dari
seorang yang dianggap baik. Ada pelajaran yang selalu bisa diambil dari sebuah
perjalanan kisah seseorang. Hitam putih dari seorang manusia, semua kembali
kepada cara pandang kita dalam menilai orang lain dari sisi yang berbeda.
Sengkuni bisa menjadi
gambaran perjuangan seorang politikus yang berjuang dari nol hingga menjadi
seorang yang disegani karena kemampuannya. Dia berasal dari masyarakat kelas
bawah yang muncul dengan prinsip-prinsip baru untuk mencoba mematahkan hegemoni
dan kesombongan politik dinasti di bangsa Kuru yang diwakili Bhisma. Nuwun.
(Disarikan dari berbagai sumber)
0 on: "Teladan Keihklasan Berpolitik dari Tokoh Sengkuni"