Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. dari judulnya, tulisan ini tidak hendak menakut-nakuti
sampeyan lho ya. Sama sekali bukan. Alih-alih untuk sensasi, hmmm. Siapa saya,
kan begitu logikanya. Sekedar berbagi saja karena banyaknya fenomena kesurupan
ini, siapa tau ada manfaatnya. Harapannya sih begitu.
Jika anak sampeyan terlihat
suka melamun, suka ngibon (berdiam diri) di kamar namun tidak melakukan apa-apa
selain hanya diam termenung-menung, maka seyogyanya lakukan sesuatu. Jika anak
anda sering terlihat bengang-bengong berlama-lama, dan fikirannya seakan ngglambrang
(mengembara) entah kemana, maka jangan dibiarkan begitu saja. Karena inilah
bibit kawite (permulaan) dari kesurupan tersebut.
Baik, sekarang kita
telisik satu persatu dua istilah di atas, melamun dan merenung. Antara melamun
dan merenung memang banyak yang beranggapan ada kedekatan makna secara
eksplisit, meski sejatinya adalah jelas berbeda. Ketika kita merenung, ada
sesuatu yang sedang kita fikirkan. Jelasnya, pada saat kita merenung, kita
sedang mengolah sebuah permasalahan di dalam fikiran kita, membolak-balikkan
sebegitu rupa untuk memahaminya dalam perspektif daya nalar kita.
Tapi kalau melamun
justru kita sedang mengosongkan pikiran kita dari apapun. Kita dengan sengaja (atau
tidak sengaja) mengosongkan pikiran dari apapun, meski itu hanya beberapa saat.
Seperti sebuah jeda sejenak di antara rentetan peristiwa yang memasuki
pemikiran kita. Bahkan rentetan impuls dari panca indera seakan tak
meninggalkan jejak kesan maupun citra. Meninggalkan kekosongan sama sekali.
Berlapis kesadaran kita dari ruh yang inti hingga fisik jasadi sebagai
bungkusnya.
Kesadaran tubuh terluar
kita adalah untuk menerima fenomena fisik, seperti merinding dibelai aliran
udara dingin, melepuh tersengat api yang panas, menggigil dalam udara malam
yang dingin atau kelembutan sentuhan. Kesadaran ruh yang inti adalah penyaksian
terhadap proses penciptaan yang tak henti, yang mengalirkan segala
ketetapan-Nya dari catatan akasik (kitab Lauh al-Mahfuz) yang kemudian mewujud
qudrah dan iradah hingga terlahirnya percikan kehendak.
Dan di antara keduanya
adalah berlapis-lapis kesadaran, seperti berlapis-lapisnya kulit bawang yang
mengemanasikan qudrah, iradah dan kehendak hingga mewujud pada akhirnya menjadi
tindakan. Maha Suci Gusti Allah yang telah menciptakan lapisan demi lapisan
kesadaran itu, yang dengannya "aku" menjadi sadar akan ke-aku-annya
sebagai makhluq yang dinobatkan oleh-Nya sebagai ciptaan berderajat paling
tinggi di antara semua ciptaan-Nya.
Lapisan-lapisan
kesadaran itulah (sering juga kita menyebutnya sebagai jiwa/soul) yang menyerap
semua ilmu, pengajaran dan pengalaman kita sepanjang menjalani kehidupan.
Bagaimana "aku" akan menjadi, di sinilah ia dibentuk. Dari tempaan
pengalaman, pengaruh lingkungan, bibit keturunan, pergaulan, jenis makanan dan
minuman yang kita konsumsi, bahkan konstelasi gugus bintang dan benda-benda
langit pun (sedikit) mempengaruhi. Di sinilah "aku" menjadikan
kemanusiaan-nya.
Kita harus menjaganya,
karena betapa makhluk lainnya menginginkan memiliki lapisan
"kesadaran" itu (jiwa, soul).
Sebagian dari makhluk bangsa Jin ingin menyusup memasukinya dan
mengambil alih penguasaannya, karena mereka ingin merasakan menjadi mulia
seperti kita manusia. Sebagiannya lagi ingin merebutnya dan menundukkannya
sehingga "aku" menjadi budak-budak mereka (dalam dunia ghaib).
Sebagiannya lagi "membeli"-nya untuk kemudian menjadikannya sebagai
"pakaian" wujud mereka, yang kemudian memberi mereka wujud harimau
putih, serigala, singa, ular, dan sebagainya sesuai karakter aseli mereka.
Sebagiannya lagi hanya karena sekedar iseng, jahil dan cuma pingin narsis.
Dan ketika mereka
berhasil memasukinya, mendudukinya, merebutnya, mengambilnya, maka yang tinggal
hanyalah jasad kosong yang absen kesadaran, yang kita sebut sebagai hilang
akal, ga sadar, kosong, kesambet, kesurupan, gila. Dalam banyak kasus juga,
bahkan jasadnya hilang lenyap disembunyikan atau dikembalikan pada akhirnya.
"Jangan banyak
bengong, nanti kesambet!", begitu kata orang-orang tua dulu sering
mengingatkan kita. Sebuah kearifan yang hingga kini masih kita teruskan kepada
anak-anak kita bukan? Meskipun kita tak memahami sepenuhnya mengapa demikian?
Kebanyakan bengong meninggalkan ruang-ruang yang kosong dalam lapisan kesadaran
anak-anak kita, yang mengundang makhluk-makhluk ghaib untuk menyelinap masuk,
mendudukinya atau jika dibiarkan berlama-lama akan merebutnya!
Jadi, jika anak anda
sering terlihat banyak melamun dan bengong-bengong....segeralah berikan
aktivitas baginya. Buatlah ia sibuk. Ajak ngobrol, nonton bareng, main
playstation bareng, dll. Sudah banyak kasus kesurupan (anak-anak maupun orang
dewasa) yang asal mulanya adalah terlalu banyak melamun dan bengang-bengong
kosong.
Atau perkenalkan akarasa kepada mereka, misalnya. Ini serius! Daripada
melamun ndak jelas dan berpotensi untuk kesambet makhluk ghaib. Lebih baik
ajari anak sampeyan nge-blog di blogger seperti akarasa ini toh untuk menuangkan
lamunan-lamunannya ke dalam tulisan. Sehingga mereka menjadi sibuk mengolah
kata-kata di dalam kepalanya, sibuk memikirkan kalimat judul dan alur cerita.
Lebih baik kecanduan nulis di blog daripada fikiran kosong mengembara entah
kemana. Semoga bermanfaat. Nuwun.
0 on: "Tips Menghindari Kesurupan"