Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. Wayangan lagi kisanak. Tokoh utama kita pada kesempatan kali
ini adalah Supala, atau lebih tepatnya Prabu Supala raja kerajaan Cedi. Prabu Supala
benar-benar lupa dengan masa lalunya yang penuh cela. Ketika masih bayi,
tangannya berjumlah empat, matanya tiga. Satunya persis ditengah-tengah jidat.
Sekujur tubuhnya bersisik diserang gudik. Raganya amat menjijikan. Siapapun
pasti ketakutan dan menyingkir bila melihat tubuhnya yang aneh dan nggegirisi
itu.
Hanya lantaran jasa
besar Raden Narayana, cacat Supala bisa disembuhkan. Waktu itu Narayana berdoa
mohon kemurahan Penguasa Alam sambil memangku bayi Supala. Doa Narayana rupanya
terkabul. Tiba-tiba Supala berubah menjadi bayi normal dan sempurna. Matanya
yang semula menempel di jidat tiba-tiba hilang dan dua tangannya juga ikut
lenyap. Penyakit gudiknya sembuh.
Namun Narayana pernah
bertitah kepada ibu Supala. “Hidup mati Supala ada di tangan Penguasa Alam.
Jika Supala kelak melakukan kesalahan lebih dari seratus kali, maka akan
celaka. Pamornya akan hilang dan ia akan menjadi mahluk terhina,” kata Narayana
dengan nada serius.
Seandainya Supala tahu
semua itu, pasti akan mawas diri dan mau mengoreksi tindakan-tindakannya selama
mengemban tahta di negeri Cedi. Namun sayang, Supala tak mau tahu dengan wasiat
Narayana. Bahkan ia berusaha mengubur dan menyembunyikan jati dirinya di masa
kecil. Hati nuraninya tertutup oleh kedudukan dan kemewahan. Bahkan ia akan
marah besar jika ada pihak yang berani mengungkit-ungkit masa lalunya yang
memalukan itu. bahkan lebih dari itu, ia merasa amat terhina jika ada yang
berani mengkritik sepak terjangnya yang salah dan biadab.
Supala suka
membusungkan dada. Makin tergelincir dan berkubang dosa. Makin banyak membuat
keputusan tidak populer dan cenderung merugikan rakyat. Kebijakan-kebijakannya
kian liar dan tak terkontrol. Akibatnya, tatanan hidup di negeri Cedi
porak-poranda. Ujung-ujungnya melahirkan bencana amat mengerikan. Kelaparan dan
kemiskinan kian menyengsarakan rakyat. Korupsi dan penyalahgunaan jabatan
menjadi budaya yang dilestarikan. Kejahatan merajalela. Kasus perjudian,
perkosaan, penjarahan dan pembunuhan marak di mana-mana. Pendek kata, hari demi
hari kondisi negeri Cedi kian terpuruk, bahkan mendekati kehancuran.
“Kursi kekuasaan Supala
mulai lapuk, tinggal menunggu waktu abruk,” kata Narayana seperti dikutip
banyak media dunia wayang.
“Apalagi kesalahan yang
dilakukan Supala sudah mendekati angka ke seratus kali. Artinya, sesuai hukum
karma yang berlaku di jagad wayang, penguasa yang sudah melakukan kesalahan
besar, maka secara otomatis dirinya menjadi manusia terkutuk. Akan ada bencana
yang menimpa dan melengserkan kedudukannya. Ini satu hal yang tak bisa
ditawar-tawar. Hukum langit berlaku bagi siapa saja yang berbuat dosa dan
aniaya.” Statement keras Narayana menjadi headline koran-koran harian kenamaan
yang tirasnya tinggi.
Tak heran, Supala pun
langsung kelabakan, seperti kebakaran jenggot. Ia mencak-mencak di hadapan anak
buahnya. Sambil menggebrak meja, Supala melontarkan statement balasan. Ia
menggelar jumpa pers seketika itu juga.
“Hanya orang gendheng
yang mau percaya ocehan Narayana. Lagaknya seperti dukun saja. Beraninya
ngomong di belakang,” kata Supala sambil blingsatan mirip macan kelaparan.
“Saya ini penguasa
Cedi. Bisa berbuat apa saja. Siapapun yang berani merongrong kedudukanku pasti
akan menerima ganjaran setimpal. Kepada seluruh juru warta yang hadir di sini,
ingat baik-baik, jangan sekali-sekali memelintir berita. Menulislah yang
wajar-wajar!” tegasnya.
Keesokan harinya Supala
terkejut oleh kenyataan pahit. Ia sangat malu dan sewot karena ucapan-ucapan
sengak yang ditujukan pada Narayana tak sepatah katapun muncul di media cetak
maupun elektronik. Rupanya para juru warta sudah muak dengan kepongahan Supala.
Baru kali ini terjadi, ucapan seorang pembesar kerajaan tidak laku dipasarkan.
Justru diam-diam jadi bahan tertawaan para pewarta.
Malah, beberapa koran
harian lokal dengan bahasa lugas dan cerdas mencoba mengupas dosa-dosa Supala
selama puluhan tahun berkuasa. Setidaknya ada 99 dosa besar Supala yang
dibeberkan kepada rakyat Cedi. Yang paling menjengkelkan banyak pihak adalah
sikap Supala yang arogan dan sering berbuat tidak adil. Supala terbukti dengan
sah dan meyakinkan telah melindungi para grandong politik yang selama ini mengkhianati
rakyat. Bilangnya mau berjuang untuk kemakmuran rakyat, tapi setelah punya
jabatan hanya mementingkan dirinya sendiri dengan banyak melakukan korupsi dan
menumpuk pundi-pundi kekayaan.
Supala juga telah
melakukan pembodohan publik karena membiarkan para pembantunya berbuat tidak
adil. Ada yang kerjanya cuma piknik ke luar negeri, hanya menjual asset-aset
negara, suka menerima suap, bahkan ada yang terlibat dalam sindikat narkoba.
“Bangsat! Benar-benar
bangsat!” umpat Supala setelah tahu serangan baliknya tak kesampaian.
“Aku akan membuat
perhitungan dengan Narayana. Dia akan kutendang dan kupermalukan di hadapan
umum!” ancam Supala. Jika ancaman itu dibuktikan, berarti dosa Supala genap
mencapai angka seratus.
Supala sungguh
keterlaluan dan tak tahu diuntung. Ia benar-benar raja yang lalim dan tak tahu
membalas budi. Narayana yang dulu pernah berjasa besar menyembuhkan penyakit
cacatnya direndahkan begitu saja dengan ucapan-ucapan yang menusuk perasaan.
Narayana yang memiliki kedudukan terhormat dan disegani rakyat, dilecehkan
begitu saja di depan orang banyak. Penghinaan ini terjadi di pendapa agung
Amarta ketika digelar acaraSesaji Raja Soya yang dihadiri para pembesar dari
berbagai negara. Saat giliran naik podium, di sela-sela pidatonya Supala
mencela Naranaya dengan ungkapan-ungkapan sinis dan kasar.
“Saya berdiri di sini
dengan perasaan dongkol dan bete. Benar-benar tak habis pikir kenapa seorang
pejabat tinggi bernama asli Narayana tiba-tiba beralih profesi menjadi
paranormal,” kata Supala mengawali pembicaraan. Seluruh hadirin terbengong.
“Saudara-saudara tahu,
akhir-akhir ini Narayana sering meramalkan tentang saat-saat kejatuhan
Supala.Satu hal yang tak mungkin terjadi. Supala tetap Supala, yang akan terus
berkuasa di negeri Cedi. Sekarang saya justru ingin menantang, kalau Narayana
benar-benar seorang dukun sakti, coba buktikan di ruangan ini. Kita duel satu
lawan satu. Siapa diantara kita yang mati duluan!”
Gara-gara pidato Supala
yang super ngawur itu, Narayana amat tersinggung dan marah. Tantangan penguasa
congkak itu pun diladeni saat itu juga. Narayana langsung berteriak menyuruh
Supala turun dari podium. Keduanya bertemu di halaman pendapa Amarta. Terjadilah
duel maut antara dua pembesar wayang itu. Masing-masing mengerahkan kekuatannya
dengan jurus-jurus andalan.
Dengan lagak penuh
percaya diri, Supala menyerang Narayana dengan tangan kosong. Narayana mampu
berkelit. Serangan-serangan berbahaya mulai diarahkan ke dada Supala yang
tipis. Supala terpental jauh dan tubuhnya terhempas keras ke tanah. Bibirnya
nyengir menahan sakit. Ia mencoba bangkit dan mengumpulkan kembali kekuatannya.
Dua tangannya diangkat,
lalu diturunkan perlahan, menarik napas dalam-dalam, dan “hyaaaak!!!…” teriak
Supala.Sebuah pukulan jarak jauh mendarat ke tubuh Narayana. Ia terhuyung ke
belakang. Narayana mencabut senjatanya, pedang Cakra Buana, lalu
menghunuskannya ke arah lawan. Supala tak gentar. Ia pun mencabut keris dari sarungnya
dan menghadapkannya ke arah Narayana. Pucuk keris itu mengeluarkan percikan api
warna merah. Keris itu dilepas dan melesat mengejar Narayana. Narayana berkelit
dengan gerakan-gerakan cepat.
Akhirnya keris itu
menabrak dinding pendopo. Kekuatannya amat dahsyat menembus masuk sehingga
meruntuhkan bangunan megah itu. “Biadab! Kau memang biadab, Supala!” kata
Narayana.
“Kau tak pantas lagi
hidup di bumi. Tak pantas jadi raja.”
“Ha ha ha… Apa maumu
Narayana? Apakah kau berambisi mencaplok negeri Cedi, lalu kau ingin berkuasa
di sana? Nonsen! Nonsen!”
“Apa? Kau menuduhku
penjajah? He Supala! Dengar, kekuasaanku sudah luas, buat apa mencaplok tanah
Cedi yang cuma sejengkal. Aku hanya menginginkan rakyat Cedi terbebas dari
keangkaramurkaanmu yang bengis itu. Sudah lama rakyat Cedi menderita di bawah
cengkeramanmu. Kau jadi raja bukannya membangun negeri, tapi justru
menghancurkannya. Dosamu terlalu banyak Supala! Dan kini saatnya kau mengakhiri
kejahatanmu. Terimalah ini.”
Narayana
menggerak-gerakkan pedangnya ke arah Supala. Supala kewalahan melayani serangan
Narayana yang bertubi-tubi. Akhirnya Supala tersudut. Dengan mudah Narayana
menebas leher Supala. Darah muncrat membasahi halaman pendapa Amarta.
Sepeninggal Supala, peta politik negeri Cedi berubah arah sesuai kodrat alam.
Terjadi suksesi kepemimpinan dan perubahan tatanan. Rakyatnya merindukan
kehadiran pemimpin sejati, yang memerintah dengan akal budi. Nuwun.
0 on: "Akhir Tragis Prabu Supala Karena 100 Dosa-Dosanya"