Akarasa - Pragota mendapat tugas dari Wasi
Jaladara untuk membebaskan keponakannya, Rarasemi, yang diculik dan digelandang
kawanan penjahat bertopeng. Mendung tebal di langit Mandura bukan halangan bagi
Pragota untuk menjalankan perintah raja. Di tengah perjalanan, tepatnya kawasan
hutan pinus, Pragota bertemu Juwalgita, musuh bebuyutan yang tak pernah jera
meski berkali-kali dihajar bogem mentah. Seperti biasa, kalau keduanya bertemu
pasti saling ledek dan saling tantang.
“Lagi-lagi kamu Pragota, sampai bosan
aku lihat tampangmu,” kata Juwalgita.
“Aku juga muak lihat bathukmu yang
nonong itu,” balas Pragota tak kalah sengit.
“Seandainya aku melihat kau
berdampingan dengan kecoak, maka kaulah yang lebih dulu kusepak. Artinya, harga
dirimu tak lebih tinggi dari seekor kecoak.” tambahnya sengak.
“Bedebah! Kau makin kurang ajar,
Pragota. Mentang-mentang sekarang jadi patih, lantas seenaknya menghinaku. Eh,
dengar, seandainya aku melihatmu bergandengan dengan biawak, maka kaulah yang
lebih dulu kukampak,” balas Juwalgita.
“Halah, njiplak. Bisanya cuma ngutil
kalimat, nggak kreatip!”
“Bah!” Air ludah Juwalgita muncrat
mengotori udara, menimbulkan bau tak sedap. Pragota terpaksa menutup hidungnya.
“Hih hauhih, bauknya! Tak pernah sikat
gigi ya?” ledek Pragota.
“Nggak usah banyak cakap. Sekarang
pertempuran kita lanjutkan. Tunjukkan kesaktianmu.”
“Hari ini aku tak ada waktu buat melayani
kamu. Aku ada tugas yang lebih penting. Sang Prabu Jaladara menyuruhku
membebaskan Rasasemi yang ditawan kelompok penyamun pimpinan Gantalpati.”
“Ha ha ha… jangan mimpi Pragota. Kau
tidak akan pernah bisa membebaskan Rarasemi dari tangan Gantalpati. Tidak akan
pernah bisa, kecuali…”
“Kecuali apa?”
“Kecuali kaumau berkoalisi dengan
kelompokku ha ha ha…”
“Apa? Aku disuruh berkoalisi dengan
bajingan macam kau? Tak usah ya? Lebih baik minum air comberan daripada kerja
sama dengan pendekar tengik macam kamu.”
“Okelah nggak apa-apa tawaranku
kautolak. Ini sekadar tawaran kalau kau mau. Kalau tidak mau ya sudah, hadapi
sendiri Gantalpati dan bala tentaranya. Ajak bangsa jin dan demit untuk
membantumu. Tapi, sekali lagi, kau takkan pernah bisa menemukan Rarasemi. Dia
berada di suatu tempat tersembunyi dan angker. Tempat yang sulit dicari kecuali
menggunakan peta. Dan kau perlu tahu, peta itu sekarang ada di tanganku. Ini
lihat!” Juwalgita memamerkan gulungan peta warna cokelat tua sebesar pipa
rokok.
“Gulungan lontar ini meskipun
bentuknya kecil tapi sangat berarti bagimu. Inilah petunjuk rahasia dimana
Rarasemi berada.”
“Kalau begitu, kau ikut berperan dalam
kejahatan kemanusiaan ini. Dasar lalat jahat! Kau memang pantas dilaknat!”
Pragota tak kurang akal. Apalagi
sebelum berangkat ia sudah diberi pembekalan khusus dari Prabu Wasi Jaladara
tentang cara melumpuhkan musuh. Hanya dengan memejamkan mata sambil memusatkan
pikiran, maka saat itu pula perut musuh jadi mules. Tehnik ini hanya berlaku
untuk menghadapi orang jahat yang berusaha menghalang-halangi tugas. `
Juwalgita mendadak cengar-cengir
menahan rasa melilit di perutnya. Dengan langkah tergesa-gesa ia menuju
rerimbunan semak belukar mencari tempat nyaman untuk buang hajat. Inilah
kesempatan bagi Pragota untuk merebut peta dari tangan Juwalgita. Kebetulan
peta itu ditaruh di bawah pohon Randu Alas, agak jauh dari tempat ia buang
hajat. Peta itu segera diambil dan dibawa kabur. Juwalgita hanya bisa
teriak-teriak sambil menahan rasa mulesnya. Tapi apa boleh dikata, Pragota
keburu lari meninggalkannya.
***
Setelah membaca peta, Pragota segera
tahu lokasi penyekapan Rarasemi. Dalam peta itu terdapat petunjukarah goa di
kawasan hutan belantara.
“Mungkin di sinilah Rarasemi
disembunyikan. Dia pasti dalam kondisi bahaya. Aku harus segera menolongnya,”
gumam Pragota.
Tapi Pragota yakin, Gantalpati tak
mungkin membunuh Rarasemi. Paling banter, Rarasemi hanya diintimidasi dan
dimintai keterangan seputar rahasia kerajaan. Selama berkuasa di Mandura, Wasi
Jaladara memang selalu digoyang kedudukannya. Pragota segera mencari lokasi
penyekapan Rarasemi.
“Kasihan, gadis secantik itu
diseret-seret ke hutan angker ini,” bisiknya dalam hati sambil menyusuri
belantara yang penuh belukar danduri. Tiba-tiba ia melihat sebuah goa menganga.
“Aku yakin, di sinilah Rarasemi
berada,” bisiknya sambil melangkah perlahan-lahan. Namun baru saja sampai mulut
goa, tiba-tiba disambut dua lelaki berwajah sangar.
“Ha ha ha… mau apa kau datang kemari,
Pragota? Mau cari mati?” tantang lelaki kekar sambil mengacungkan tombak.
“Saya ingin membebaskan Rarasemi.”
“Enak aja. Rarasemi sekarang berada di
tangan bos kami, Gantalpati. Kalau ingin berurusan dengan bos, harus bisa
menggorok leherku lebih dulu.”
“Ya, betul. Kita buktikan lewat
pertarungan ini, kau yang mencret atau kami yang mati” sahut lelaki satunya
yang berbadan kerempeng.
“Kalian jangan ngoceh di hadapanku
kalau tak ingin mati konyol. Lihat, aku punya senjata ampuh dua buah apel yang
bisa merontokkan kesombongan kalian.”
“Apa kau bilang? Senjata apel? Ha ha
ha...mana ada apel yang punya tuah.”
“Ini bukan apel sembarangan. Buah ini
bisa menghentikan orang bicara. Bisa bikin orang bisu seumur hidup.”
“Ha ha ha… mana bisa… mana bisa.
Mustahil!” Dua lelaki itu terbahak-bahak. Mulutnya menganga mirip monyet
kelaparan. Inilah kesempatan bagus bagi Pragota untuk melemparkan buah apel
kedalam mulut keduanya.
“Diam!” bentak Pragota. Seketika itu
pula tawa terhenti karena mulut keduanya tersumbat apel. Pragota menghajar dua
lelaki itu dengan tangan kosong. Wajah sangar tidak selalu identik dengan
keperkasaan. Nyatanya begitu Pragota melayangkan bogem mentah, dua lelaki itu
langsung terkapar bersimbah darah..
Pragota masuk goa dan dilihatnya
Rarasemi disekap di dalamnya. Dua tangannya diikat pada sebuah akar pohon.
Mulutnya ditutup kain warna hitam. Begitu kain itu dilepas, Rarasemi segera
memberi aba-aba agar segera meninggalkan tempat.
“Cepat keluar. Gantalpati masih
tidur,” bisik Rarasemi.
Dengan langkah hati-hati keduanya
keluar goa. Rarasemi berjalan tertatih-tatih. Begitu sampai mulut goa,
tiba-tiba hujan lebat menyambutnya disertai tiupan angin kencang dan gelegar
halilintar.Tanah perbukitan tiba-tiba longsor menutupi sebagian mulut goa.
Untuk menghindari ancaman bahaya, Pragota menarik lengan Rarasemi dan
mengajaknya segera keluar dari goa. Tubuh keduanya diguyur hujan deras.
Lamat-lamat terdengar suara teriakan
dari dalam goa. Rupanya Gantalpati terbangun dari tidurnya. Pragota dan
Rarasemi bersembunyi dibalik pohon besar sambil mengamati keadaan goa.
Halilintar kembali menyambar-nyambar. Longsoran bukit kembali terjadi. Dua buah
batu besar luruh menutupi mulut goa dan hanya menyisakan celah kecil. Tubuh
Gantalpati terperangkap dalam goa.Hanya kepalanya yang bisa nongol lewat lubang
kecil.Sambil menggapai-gapaikan tangannya ia teriak-teriak minta tolong, tapi
tak seorangpun sudi menolongnya. Sekian.
0 on: "Kisah Wayang : Penculikan Rarasemi"