Akarasa – Selamat
datang kerabat akarasa. Bangsa Arab adalah salah satu rumpun bangsa besar di
dunia yang melakukan diaspora, selain bangsa China dan India. Bangsa Arab
hampir ada di seluruh penjuru dunia, mulai dari negara-negara di Asia, Afrika,
Eropa, Amerika maupun Australia. Proses diaspora bangsa Arab pada dasarnya
terjadi karena beberapa faktor di antaranya perdagangan, penyebaran agama,
perperangan, ataupun pengungsian yang diakibatkan konflik berkepanjangan yang
terjadi di beberapa negara Arab.
Istilah diaspora
(bahasa Yunani kuno διασπορά, "penyebaran atau penaburan benih")
digunakan untuk merujuk kepada bangsa atau penduduk etnis manapun yang terpaksa
atau terdorong untuk meninggalkan tanah air etnis tradisional mereka;
penyebaran mereka di berbagai bagian lain dunia, dan perkembangan yang
dihasilkan karena penyebaran dan budaya mereka. Mulanya, istilah diaspora
(dengan huruf besar) digunakan oleh orang-orang Yunani untuk merujuk kepada
warga suatu kota kerajaan yang bermigrasi ke wilayah jajahan dengan maksud
kolonisasi untuk mengasimilasikan wilayah itu ke dalam kerajaan.
Berdasarkan data
International Organization for Migration, saat ini terdapat jutaan
penduduk dunia keturunan bangsa Arab yang tersebar di berbagai negara,
dan diperkirakan terdapat lebih kurang 5 juta penduduk Indonesia keturunan
bangsa Arab.
- Brazil 10,000,000
- Indonesia 5,000,0000
- Prancis 4,000,000
- Anerika Serikat 3,500,000
- Argentina 2,000,000
- Venezuela 1,600,000
- Inggris Raya 500,000
Tentu saja seiring
diaspora bangsa Arab ke berbagai negara di Dunia, mereka membawa budaya dan
identitas mereka sebagai bangsa Arab ke negara-negara lain. Tak jarang keturunan bangsa Arab memainkan
peranan sentral di negara-negara tempat dia berdiaspora, bahkan di Amerika
Latin tercatat 8 Presiden merupakan keturunan diaspora Arab.
Julio César Turbay,
Presiden Colombia dari tahun 1978 sampai
1982 (ketutunan Lebanon).
Elías Antonio Saca,
Presiden El Salvador dari tahun 2004 sampai 2009 (keturunan Palestina).
Abdalá Bucaram,
Presiden Ecuador datri Agustus 1996 sampai February 1997 (keturunan Lebanon).
Jamil Mahuad, Presiden Ecuador
dari Agustus 1998 sampai Januari 2000 (keturunan Lebanon).
Carlos Saúl Menem,
President of Argentina from 1989 to 1999 (Syrian)
Carlos Flores Facussé,
President of Honduras from 1998 to 2002 (Palestinian)
Jacobo Majluta Azar,
Presiden Republik Dominika mulai 4 Juli 1982 4 sampai 16 Agustus1982 (keturunan
Lebanon).
Bangsa Arab telah lama
menjalin hubungan perdagangan dengan bangsa Indonesia, diaspora bangsa Arab ke
Indonesia sebagian besar karena faktor perdagangan dan penyebaran agama Islam. Dalam
literasi sejarah memang agama memiliki peranan yang sangat penting dalam
sejarah diaspora dan transnasionalisme. Agama dapat memperkuat etnisitas ketika
suatu bangsa melakukan diaspora.
Menurut banyak ahli,
umumnya orang Arab yang berdiam di Indonesia berasal dari Hadramaut, sebuah
daerah pesisir di Tanah Arab paling selatan, yaitu di Yaman sekarang.
Kedatangan mereka ke Indonesia umumnya untuk berdagang, menjual barang-barang
jadi dan membeli rempah-rempah. Kontak dagang itu sendiri telah berlangsung
sejak dulu kala, jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa. Terdapat pula warga
keturunan Arab yang berasal dari negara-negara Timur Tengah dan Afrika lainnya
di Indonesia, misalnya dari Mesir, Arab Saudi, Sudan atau Maroko; akan tetapi
jumlahnya lebih sedikit daripada mereka yang berasal dari Hadramaut.
Di daerah asalnya,
mereka sebenarnya juga terbagi menjadi berbagai suku bangsa (qabilah) dan
perkauman, serta tergolong ke dalam beberapa lapisan sosial. Identitas
kesukubangsaan dan pelapisan sosial tersebt paling mudah dikenal dari nama kaum
atau hamula (kelompok kekerabatan). Karena itu bagi masyarakat Arab nama kaum
sangat penting artinya. Kelompok kekerabatan ditelusuri sampai kepada tokoh cikal
bakal. Dengan demikian orang Arab dapat menelusuri identitas dirinya sejak dari
keturunan siapa?, sub-qabilah apa ?, dan akhirnya dari keluarga (klan) siapa ?.
Menurut kebudayaan Arab, nama keluarga seseorang adalah berdasarkan garis
laki-laki (patrilineal).
Masyarakat Arab di
Hudramaut mengenal beberapa pelapisan sosial. Pertama adalah golongan Baalawi
atau Al Alwe yang terdiri dari sayid (tuan) dan syarif (orang yang terhormat).
Gelar Sayid biasanya digunakan oleh orang-orang yang merasa masih keturunan
Husin, sedangkan gelar Syarif digunakan oleh orang-orang yang merasa masih
keturunan Hasan. Untuk anak perempuan dari golongan pertama ini dibei gelar
Syarifah. Husin dan Hasan adalah cucu Nabi Muhammad dari anak perempuan
Fatimah. Golongan ini umumnya berperan dalam bidang keagamaan, perdagangan dan
politik. Di Indonesia yang tergolong dalam lapisan ini antara lain keturunan
Sekh Abu bakar, Al Idrus, Al Atas, Al Ahbsyi, dan Al Haddad dan sebagainya.
Kedua, adalah golongan
Al Qabail (yang memanggul senjata), yaitu lapisan yang menjadi pemimpin
qabilah, penguasa, dan sultan-sultan. Karena kekuasaannya, golongan ini sering
lebih menonjol dari pada golongan pertama. Kelompok kekerabatan yang tergolong
lapisan ini antara lain, Al Kethiri, Al Fas, Al Faris, Al Makarim, Al Jabri,
Bin Thalib, Bin Mari, Bin Badar, Bin Khamis dan sebagainya.
Ketiga, adalah golongan
Masyaik atau Masikh yang merupakan orang-orang yang mempunyai keahlian dalam
ilmu pengetahuan, khususnya keagamaan. Di Indonesia antara lain termasuk
keturunan dari Keluarga Al Bafathol, Al Hawazir, Al Amudi, Al Ishak, Al
Bajabir, Bin Afif, dan seterusnya. Keempat, adalah golongan Al Qerwan, yang
biasanya terdiri dari kelompok keluarga yang memiliki keterampilan khusus,
seperti tukang kulit, tukang besi, tukang kayu, tukang emas dan sebagainya.
Kelima adalah golongan Al Khertan atau para petani.
Di Indonesia sendiri
penggolongan di antara sesama mereka lebih ditentukan oleh penyesuaian diri,
yaitu adanya golongan yang menganggap asal-usulnya masih "murni" dan
golongan yang terlahir dari perkawinan laki-laki Arab dengan wanita setempat.
Pada zaman dulu para pedagang itu tidak ada yang membawa istri dari negeri
sendiri. Golongan pertama disebut walaiti, dan golongan peranakan disebut muwallad.
Golongan kedua ini sering dianggap rendah oleh golongan pertama, karena
memiliki darah keturunan pribumi. Akan tetapi golongan kedua inilah yang paling
mau berbaur dengan penduduk setempat, sehingga kedudukan sosial orang Arab
lebih mudah diterima dari pada suku bangsa keturunan asing lain.
Penyebaran nilai nilai,
bahasa, identitas dan budaya arab ke negara lain inilah yang kemudian dikenal
dengan Arabisasi. Fenomena Arabisasi ini juga terjadi di Indonesia. Cukup
banyak kita lihat bagaiman fenomena pembauran budaya arab dan budaya lokal di
Indonesia, mulai dari bahasa, pakaian, kebiasaan dalam perkawinan dan
perjodohan, makanan dan lain sebagainya.
Pertanyaannya adalah,
apakah fenomena ini baik dalam memperkuat keberagaman di Indonesia ataukah
lambat laun dapat menelan budaya budaya lokal yang ada? Nuwun.
0 on: "Sejarah Diaspora Bangsa Arab dan Arabisme di Nusantara"