Akarasa – Selamat datang kerabat
akarasa. Pada tulisan Imperium
Mongolia : Bangsa Penakluk Terbesar Sepanjang Sejarah sedikt sudah saya
ulas tentang bangsa penakluk dari Asia ini. Bicara tentang Mongolia tentu saja
tidak bisa terpisahkan begitu saja dengan sosok Genghis Khan. Selama ini,
informasi yang kita ketahui tentang tokoh satu ini adalah seorang pembunuh
berdarah dingin yang sangat ambisius untuk menguasai wilayah Timur Asia hingga
ke Eropa, tempat matahari terbenam.
Dalam sejarah, Gengis Khan
dibenci karena telah banyak membunuh, tapi sebaliknya diagungnya di Mongolia
sebagai pahlawan agung sebagai namanya. Ia telah menciptakan satu kehendak
untuk menyatukan suku-suku dibawah imperium Mongolia. Kekuasaan Mongolia
mengalami masa keemasan pada era cucu Gengis yaitu Kubilai Khan dimana luas
wilayah taklukan nyaris seluruh dunia atau global domination meliputi China,
Mongolia, Russia, Korea, Vietnam, Burma, Kamboja, Timur Tengah, Polandia,
Hungaria, Arab Utara, dan India Utara.
Genghis Khan lahir dan besar di
dataran Mongol yang kurang bersahabat, lelaki ini tumbuh menjadi pemuda tangguh
dan tak pantang menyerah. Salah satu ciri kehidupan bangsa Mongol adalah hidup
secara berpindah-pindah. Hanya dengan cara ini mereka dapat bertahan
dikarenakan kondisi tempat-tempat yang mereka tinggali tak semakmur wilayah
lain. Maka terkenallah mereka sebagai bangsa pengelana yang terbiasa bertarung
dengan lingkungan baru dan menjelajah mengarungi dunia.
Selain tangguh, bangsa Mongol
terkenal dengan kelihaiannya dalam berperang dan menunggang kuda.Temujin, yang
nantinya menjadi penakluk dunia dari timur mengungkapkan penyebab ketangguhan
bangsa Mongol adalah derita kemiskinan yang mereka alami. Kemiskinan memaksa
mereka untuk berjuang lebih keras dari bangsa-bangsa lain yang tengah hidup
dalam kemapaman dan jauh dari berbagai ancaman. Kemenangan dalam peperangan
adalah bonus dari kritisnya kehidupan yang mereka jalani selama ini.
Orang-orang barat menyebut mereka
bangsa bar-bar atau suku yang tak berperadaban disebabkan pada setiap
peperangan yang terjadi para petarung Mongol ini akan melawan musuhnya secara
membabi buta dan menghancurkan peradaban dan hanya mengambil barang rampasan
yang sekiranya menguntungkan mereka. Hal ini dapat dimaklumi ketika kita dapat
mengingat kembali kehidupan asli bangsa Mongol adalah primitif dan tak mengenal
baca-tulis.
Pusat pendidikan, perpustakaan
yang berisi karya-karya penting dibumihanguskan begitu saja lantaran mereka
merasa tidak membutuhkannya. Mereka belum mengetahui betapa dahsyatnya kekuatan
ilmu pengetahuan berasal dari buku-buku yang telah mereka hancurkan tersebut.
Tercatat daerah-daerah yang berhasil bersatu di bawah imperium bangsa Mongol
adalah seluruh benua Eurasia, sebagian besar Asia Tenggara serta Eropa Tengah.
Siapa sangka, berasal dari suku
primitif kemudian lahirlah seorang penakluk besar berjuluk Genghis Khan.
Sebutan yang berarti Kaisar Semesta ini merupakan hasil musyawarah besar dari
suku-suku Mongol yang telah berhasil disatukannya. Hal ini adalah pertama
kalinya prestasi yang terjadi di daerah Mongol, lantaran sebelumnya para suku
saling berperang untuk berebut kekuasaan atau daerah tinggal. Tepatnya sekitar
abad 12 Temujin yang kemudian bergelar Jengis Khan berhasil mempersatukan
suku-suku mongol di bawah kekuasaannya.
Tidak heran bila lahirnya tokoh
besar dibarengi oleh kecerdasan intelektual yang dimilikinya, selain keahlian
strategi perang. Seorang Napoleon dari Perancis, Harun Ar-Rasyid dari Bagdad,
atau Alexander The Great dari Makedonia adalah tokoh-tokoh besar sekaligus
cendikiawan yang memiliki latar belakang terdidik. Sedangkan satu yang menarik
dari lahirnya tokoh besar sekaliber Genghis Khan adalah dia berasal dari suku
pedalaman dan buta aksara.
Tak heran bila para tokoh yang telah disebutkan
sebelumnya mampu menaklukan dunia berkat ilmu-ilmu yang mereka pelajari dari
guru-guru yang hebat serta buku-buku. Tapi tokoh yang satu ini lain daripada
yang lain. Hanya berbekal cerita kepahlawanan, berlatih dengan keras serta
berhasil memahami kerasnya kehidupan Jengis Khan pantas didudukkan sejajar
dengan tokoh besar lainnya, meskipun tak bisa membaca dan menulis.
Walau primitif, bukan berarti Genghis
Khan tidak peduli dengan ilmu pengetahuan. Selanjutnya, ketika pasukannya
berhasil meraih kemenangan dia tidak akan membunuh para ilmuan, seniman, atau
sastrawan. Melalui mereka, Genhis Khan belajar tentang ilmu-ilmu yang selama
ini asing di telinganya. Meskipun tak dapat membaca, Genghis Khan sangat
tertarik apabila para tawanan tersebut bercerita dan mengajarinya.
Sekejam apapun manusia, pasti dia
memiliki hati nurani. Begitu pula dengan Genghis Khan. Tidak benar bahwa
julukan bar-bar digeneralisasikan kepada bangsa Mongol. Mereka tidak akan
menyerang secara kejam apabila tidak ada pemicunya, semisal penyerangan ke
daerah Bagdad secara mengerikan dikarenakan sebelumnya utusan Jengis Khan yang
dikirim ke Bagdad telah dibunuh.
Sedikit tambahan tentang sisi
yang lain sosok Genghis Khan ini saya kutip dari buku kumpulan kisah-kisah
pendek karya Paulo Coelho. Kisah Genghis Khan ini begitu mengispirasi saya
ketikan ulang sekedar untuk tambahan tulisan ini.
Suatu pagi, sang pejuang Mongol,
Genghis Khan, pergi berburu bersama pengiringnya. Para pengiringnya membawa
busur dan anak-anak panah, tetapi Genghis Khan membawa burung rajawali
kesayangannya yang bertengger di lengannya. Burung ini lebih dahsyat dari anak
panah mana pun, sebab dia bisa terbang ke awan-awan dan melihat semua yang tak
bisa dilihat mata manusia.
Akan tetapi rombongan itu tidak
memperoleh hasil apapun, meski mereka sudah berupaya keras. Dengan kecewa
Genghis Khan kembali ke perkemahannya, dan supaya para pengiringnya tidak
menjadi sasaran pelampiasan kekesalannya, dia pun meninggalkan mereka dan pergi
berkuda seorang diri. Dia berkuda di hutan lebih lama daripada yang
diperkirakan, dan Genghis Khan merasa sangat letih dan haus. Dalam hawa terik
musim panas, semua mata air telah kering dan dia tidak bisa menemukan air
minum. Maka betapa herannya dia ketika melihat ada air menetes-netes dari
bebatuan karang persis di hadapannya.
Dia pun melepaskan si burung
rajawali dari lengannya dan mengeluarkan cangkir perak yang selalu
dibawa-bawanya. Lama kemudian barulah cangkir itu terisi. Namun ketika dia
bermaksud mendekatkan cangkir itu ke bibirnya, si burung rajawali terbang
mendekat, mematuk cangkir itu dari kedua tangannya, dan membuangnya ke tanah.
Genghis Khan sangat murka, tetapi
burung rajawali itu adalah kesayangannya, dan barangkali burung itu pun merasa
haus. Maka dipungutnya kembali cangkir itu, dibersihkannya dari tanah, dan
diisinya lagi dengan air. Ketika cangkir itu masih setengah kosong, si burung
rajawali lagi-lagi menyerangnya dan menumpahkan airnya.
Genghis Khan sangat menyayangi
burung ini, tetapi dia tahu bahwa dalam situasi apa pun dia tidak boleh
membiarkan perilaku tidak hormat semacam itu. Kalau ada seseorang yang
mengamati kejadian itu dari jauh, mungkin orang ini akan menceritakan kepada
para prajuritnya bahwa sang penakluk yang hebat itu ternyata tidak mampu
menjinakkan seekor burung sekalipun.
Maka kali ini Genghis Khan
menghunus pedangnya, mengambil cangkir itu, dan mengisinya kembali. Satu
matanya tertuju pada air yang menetes-netes, dan satunya lagi pada si burung
rajawali. Setelah cangkirnya cukup banyak terisi air dan dia sudah siap
meminumnya, si burung rajawali lagi-lagi melesat terbang ke arahnya.Dengan satu
tusukan, pedang Genghis Khan menancap di dada burung itu.
Air itu sudah tidak menetes-netes
lagi. Genghis Khan, yang kini bertekad untuk memuaskan dahaganya, mendaki
bebatuan karang itu untuk mencari mata air tersebut. Betapa kagetnya dia ketika
melihat bahwa memang benar ada genangan air di sana, dan di tengah-tengahnya
tergeletak bangkai salah seekor ular paling berbisa di daerah tersebut.
Seandainya tadi air itu diminumnya, dia pasti sudah mati.
Genghis Khan kembali ke
perkemahannya dengan burung rajawali yang sudah mati itu dalam pelukannya. Dia
memerintahkan supaya dibuatkan patung emas burung itu, dan di salah satu
sayapnya dia mengukirkan kata-kata berikut ini :
Satu seorang sahabat melakukan
hal yang tidak berkenan di hatimu sekalipun, dia tetaplah sahabatmu.
Dan di sayap satunya lagi, dia
mengukirkan kata-kata berikut ini :
Tindakan apa pun yang dilakukan
dalam angkara murka hanya akan membuahkan kegagalan.
Pelabelan ‘bangsa bar-bar’
barangkali adalah sebutan sepihak bangsa barat atas pembalasan sakit hati
mereka setelah mengalami kekalahan perang. Mereka – para keturunan suku Semit
merasa dijatuhkan harga dirinya oleh bangsa rendahan yang tak kenal baca-tulis.
Keegoisan ternyata telah menjadi ciri khas bangsa barat sejak dulu.
Pemotongan sejarah yang terjadi
secara disengaja untuk kian mengerdilkan mental bangsa-bangsa timur. Masa
keemasan dunia Islam serta karya-karya yang telah mereka ciptakan tak luput
pula dari penjajahan sejarah yang dilakukan bangsa barat. Dengan cara
menutup-nutupi fakta sejarah yang ada. Lihat saja, materi-materi kurikulum
Sejarah Dunia yang diajarkan di sekolah-sekolah didominasi oleh cerita-cerita
sejarah bangsa barat seolah merekalah satu-satunya pencatat sejarah yang pantas
dicontoh. Sekian. (Urd2210)
Dirangkum dari berbagai sumber
Bumi Para Nata, Kaliurang,
Ngayogyokarto Hadiningrat, 08062017
0 on: "Genghis Khan : Sang Penakluk yang Buta Aksara"