Akarasa – Selamat datang kerabat
akarasa. Bicara sesuatu yang berhubungan dengan jenazah umumnya menimbulkan
suasana lain daripada yang lain. Tentu ini bukan tanpa sebab, karena alam pikir
kita kadung tertanam kuat tentang sesuatu yang menakutkan seputaran jenazah dan
mitos yang menyungkupinya. Benar demikian? Padahal, kita semua hanya menunggu
giliran untuk mendapat gelaran itu, jenazah.
Terlepas dari seputaran
menakutkan dan mitos yang menyungkupinya, bicara tentang jenazah umumnya selalu
diwarnai kesedihan mengiringi kepergian seseorang untuk selamanya ini. Di lain
fihak mungkin terbesit kengerian, ketakutan dalam suasana magis menghadapi
jenazah yang sudah terbujur kaku menunggu pemakaman. Suasana rumah duka
demikian mencekam yang terkadang diiringi tangis atau deraian air mata duka yang
mengharu biru keluarga dan kerabat yang ditinggalkan.
Takziyah ke rumah duka tentu yang
pertama kali terlihat adalah keberadaan sosok jenazah diatas pembaringan sebuah
dipan kecil. Diantara keempat kaki dipan umumnya dililitkan kain yang dibasahi
dengan minyak tanah. Tujuannya adalah mencegah serangga semut agar tidak naik mengerubungi
jenazah. Terkadang juga terdapat nyala lilin disekitarnya dengan maksud juga
mngusir serangga yang berterbangan dalam ruangan pembaringan jenasah.
Di lain fihak terdapat bau
menyengat dari perapian dupa dengan asap yang sedikit mengepul. Asap juga
berfungsi mengusir serangga terbang. Sedangkan bau dupa berasal dari pembakaran
kemenyan atau ratus, rempah-rempah atau bangsa kayu, antara lain cendana dan
gaharu. Fungsi dupa bertujuan memberi aroma untuk melawan aroma tidak sedap
yang mungkin keluar dari tubuh jenazah. Bagaimanapun juga proses pembusukan
jenazah mulai berlangsung, apalagi pada jenazah yang mengalami masa duka selama
beberapa hari. Peranan bunga sebenarnya juga seperti dupa, menimbulkan bau
wangi-wangian.
Selain itu aroma dupa juga untuk
melawan bau-bauan para pelayat yang datang dari berbagai tempat. Kerabat yang
datang dari tempat tinggal yang jauh, menempuh perjalanan dengan cucuran keringat
dan debu ada kemungkinan langsung menuju rumah duka. Atau kerabat yang datang
dari tempat bekerja, misalnya sebagai petani, peternak, nelayan, dsb dengan
aroma bau masing-masing yang khas umumnya tidak sedap. Pada jaman kehidupan
modern sekarang ini mungkin peranan dupa sudah berkurang atau hanya sebagai simbol
adanya suasana duka. Peranan peredam bau-bauan sudah tergantikan dengan adanya
berbagai parfum, kosmetik, penyegar ruangan, cairan desinfektan pembersih
lantai, dan lain sebagainya.
Terdapat mitos nenek moyang jaman
dahulu bahwa apabila jenazah dilompati kucing adakalanya dapat hidup kembali.
Makna yang terkandung dari ajaran atau pendidikan informal ini mungkin juga ada
benarnya, mengingat terdapat kasus mati suri. Dengan lompatan kucing itu
memberi efek kejut terhadap otak yang memicu kerja organ lain antara lain
jantung untuk berfungsi kembali.
Selanjutnya faham mitos ini juga
memberi pengajaran agar ada kerabat yang selalu menunggui jenazah untuk memberi
pertolongan seandainya jenasah hidup kembali. Di lain fihak berlawanan dengan
pengertian kasus mati suri, keberadaan penunggu jenazah adalah mencegah agar
kucing tidak mendekati jenazah, apalagi sampai melompati. Bagaimanapun juga
kucing adalah binatang liar pemakan daging, jangan sampai timbul instingnya
untuk memangsa jenazah. Hal ini mengisyaratkan bahwa kematian harus diikhlaskan
atau jangan mengharapkan kehidupan kembali.
Berlanjut ke prosesi pemakanan
jenazah, pada akhir prosesi kadang-kadang terdapat kebiasaan menancapkan batang
bambu, hal ini bermaksud mengalirkan biogas yang berasal dari proses pembusukan
jenasah. Biogas dalam jumlah cukup mampu menekan timbunan tanah kuburan
menimbulkan ledakan yang merusakkan struktur makam. Untungnya timbunan tanah
kuburan yang baru tidak begitu padat, sehingga masih dapat ditembus oleh biogas
tanpa menimbulkan ledakan yang berarti.
Biogas bersifat tidak berbau dan
tidak berwarna, tetapi mungkin setelah bereaksi dengan oksigen udara atau embun
menimbulkan warna putih seperti kabut tipis. Pada siang hari bolong atau
dimalam hari kuburan di kota yang disinari lampu listrik di sepanjang jalan,
kabut putih tipis memang tidak jelas. Tetapi pada temaram malam dan atau tempat
pemakaman di desa yang gelap di malam hari mungkin menimbulkan pemandangan yang
magis. Hal inilah yang kemungkinan didramatisir dengan bumbu-bumbu cerita
horror sehingga makam merupakan tempat yang angker.
Selain biogas, dalam literasi
yang saya baca, proses pembusukan jenasah juga menguraikan jasad itu menjadi
unsur-unsur alam antara lain carbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N), sulphur
(S) dan phosphor (P). Unsur fosfor seperti halnya fluor (F) adalah mineral yang
bersifat dapat memendarkan cahaya (fluorescensi). Sinar yang ditangkap dari
alam sekitarnya dipantulkan kembali dengan intensitas yang lebih besar. Dengan
banyaknya unsure P di tanah kuburan, sering juga di malam hari menimbulkan fenomena
kilauan cahaya. Dipadukan dengan fenomena kabut putih biogas maka semakin
menambah suasana magis yang seram di tanah tempat pemakaman.
Unsur mineral P juga banyak
ditemukan dalam beberapa jenis jamur, sedang jamur juga ada yang tumbuh secara
saprofit pada pepohonan. Maka fenomena kilauan cahaya juga sering ditemukan di
pepohonan kuburan atau hutan. Pepohonan besar memang tumbuh subur di tanah
kuburan, karena didukung oleh unsure C,H,O,N,S dan P sebagai unsur hara tanah
atau pupuk organik. Di lain fihak ada semacam pamali agar tidak sembarangan
menebang pohon di tanah kuburan, menjadikan pepohonan dan tumbuhan lain menjadi
subur dan lestari menghiasi serta menambah semakin seramanya tanah pemakaman.
Sementara itu pada acara ziarah
ke makam, selain berdo’a menurut keyakinan dan agama masing-masing, hampir
dapat dipastikan membawa bunga-bungaan yang ditaburkan di atas makam. Hal ini
memberi tanda atau semacam pemberitahuan kepada kerabat lain yang berkunjung
kemudian dan lain waktu, bahwa kerabatnya sudah ada yang berkunjung dan merawat
makam. Acara ziarah ke makam sebenarnya mengingatkan kita yang masih hidup,
bahwa pada saatnya nanti kita juga akan meninggal dan dikuburkan berkalang
tanah seperti itu.
Acara memanjatkan do’a tentunya
dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, tidak harus langsung mendatangi
makam seseorang. Berdo’a bagi orang yang meninggal dunia memang penting, tetapi
lebih penting adalah berbuat amal kebaikan bagi yang ditinggalkan oleh orang
yang meninggal tersebut. Antara lain yaitu adanya anak yatim, yatim piatu
dengan berbagai masalahnya dan janda yang tentunya nafkah untuk menghidupi
anak-anaknya menjadi jauh berkurang. Hal ini dapat dikaji pada suatu ketentuan
bahwa amal yang berhubungan dengan orang yang sudah meninggal telah putus,
kecuali do’a anak soleh yang mendo’akan orang tuanya.
Menjadi anak soleh tentu bukan
serta merta atau dengan tiba-tiba, melainkan melalui proses pendidikan yang
membutuhkan waktu panjang dan sejumlah biaya. Makna yang tersurat maupun
tesirat dari ayat ini menekankan bahwa pendidikan bagi anak yatim inilah yang
harus menjadi perhatian orang-orang terdekatnya, saudara, keluarga, kerabat,
tetangga, dan atau masyarakat lainnya. Nuwun.
0 on: "Menguak Mitos Seputar Jenazah dan Keangkeran Kuburan"