Akarasa – Selamat datang kerabat
akarasa. Bukan latah karena dua hari yang lalu ada berita lelayu dari artis
ibukota yang meninggal karena penyakit servixs yang dideritanya. Tulisan yang
sedang sampeyan baca ini sejatinya sudah lama di draf, tepatnya saya tulis pada
Januari 2016 silam, beberapa hari setelah berpulangnya emak keharibaan-Nya.
Hidup ini bersifat ironis, itulah
kira-kira ungkapan paling pas. Betapa tidak manusia sebenarnya tidak pernah
meminta agar dia dilahirkan, tetapi begitu dia lahir, mencintai hidup dan
kehidupannya, dia dihadapkan pada realitas yang sangat menyakitkan hatinya.
Manusia dihadapkan pada kematiannya, dihadapkan pada batas akhir hidupnya, yang
senang atau tidak senang harus dijalaninya, sebagaimana kelahirannya sendiri.
Semua makhluk yang memiliki ruh
pasti suatu saat akan mengalami sebuah kematian, termasuk makhluk yang bernama
manusia. Jika saat kematian telah tiba, maka tidak seorangpun mampu melobi dan
bernegosiasi untuk menunda atau memundurkan sedikitpun, begitu juga dengan
mamajukan kematian. Kematian akan datang diwaktu yang tepat dan waktu yang
telah ditentukan. Sehingga kematian tidak perlu untuk ditakuti dan juga jangan
pernah berani pada kematian, cukup disadari bahwa suatu saat kita akan
mengalaminya.
Bila ditelusuri lebih jauh
sesungguhnya kematian merupakan hal yang wajar terjadi dalam kehidupan. Setiap
yang bernyawa pasti akan mengalami dan merasakan kematian, karena mati telah
menjadi pasangan bagi hidup. Tetapi kita memang tidak pernah bisa menentukan
sebuah kepastian, kapan kematian itu akan datang. Kematian datang menghampiri
kita bagaikan seorang pencuri, menyelinap masuk lalu membawa ruh kehidupan kita
dengan meninggalkan jasad tak berdaya.
Kematian, baik dalam situasi
normal maupun tidak normal, tidak pernah gagal untuk menunjukkan taringnya yang
bengis dan siap merobek jaringan kehidupan manusia dengan sewenang-wenang.
Kematian benar-benar merampas segala skala nilai kehidupan yang telah ditata
dengan rapi, serta memporak-porandakan semua rencana hidup yang disusun oleh
manusia menjadi suatu bangunan yang megah dan indah.
Manusia selalu merasa datangnya
kematian itu terlalu cepat. Kesempatan untuk menyelesaikan segala rencana yang
ada dirampok oleh kematian yang tidak kenal kompromi. Belum puas rasanya
mengukir kehidupan ini. Belum sempat rasanya menikmati kehidupan dengan
orang-orang yang kita cintai. Kematian segera datang menjemput, tidak pernah
sabar menunggu barang semenit atau sedetik pun.
Kematian sering identik dengan
tragedi yang membawa banyak kesedihan bagi yang ditinggalkan. Tentu saja
kesedihan akan terasa semakin mendalam bila kematian itu menimpa orang-orang
terdekat kita, yang kita cintai dan kita butuhkan. Ketika itu yang terjadi,
banyak di antara manusia yang tidak sanggup menerima proses kematian itu
sebagai konsekuensi logis dari kehidupan.
Kematian memunculkan jarak yang
tak terukur dan tak terbatas antara yang masih hidup dengan yang telah mati.
Meskipun demikian, pada akhirnya semua manusia harus dengan rela menerima
datangnya kematian sebagai suatu ketentuan “nasib” yang tak terelakkan. Salah
satu peristiwa yang pasti menghampiri manusia ini, setidaknya menyadarkan kita
sebagai manusia yang masih menikmati hidup di alam semesta pada tiga pertanyaan
penting, yakni darimana kita berasal? Untuk apa kita hidup didunia? Kemanakah
kita akan kembali?
Pertama, kita hidup tidak dengan
mantra bimsalabim, lagsung ada di dunia tetapi ada sebuah proses dan yang
menggerakkan proses sehingga kita menjadi ada di alam semesta ini. Kita terbuat
dari hasil pertemuan air mani dan ovum yang dihasilkan dari sari pati tanah.
Sati pati makanan dan minuman yang kita masukkan dalam tubuh kita membentuk air
mani dan sel telur, pertemuan keduanyalah yang menjadi sebab dari terbentuknya
manusia, namun keduanya bukan bergerak sendiri untuk bertemu, tapi ada
penggerak yang menpertemukan keduanya yaitu Allah.
Berangkat dari realitas ini, yang
menggerakkan dan yang menciptakan kita adalah Allah, sehingga sepatutnya kita
selalu mendekatkan diri kepada Allah, bukan semakin menjauh. Menjauhnya kita
dari Allah disebabkan oleh kehidupan kita yang hidup dalam kesombongan dan lupa
diri.
Kedua, kesadaran untuk apa kita
hidup? Kita hidup didunia diperuntukkan dua hal yaitu wama khalaktu al-jinna wa al-insa illa liya'budun, tidak saya
ciptakan jin dan manusia kecuali hanya menyembah kepada Allah. Disini manusia
sebagai seorang hamba yang harus menyembah kepada Allah dengan menjalankan
seluruh perintahNya dan menjauhi laranganNya. Manusia harus mendekatkan diri
kepada Allah sebagai implementasi terbinanya hubungan vertikal manusia dengab
Allah.
Disisi lain, tujuan manusia hidup
di bumi adalah inni ja'ilun fi al-ardhi khalifah, manusia sebagai khalifah
dimuka bumi. Khalifah diartikab sebagai kepanjangan tangan Allah di bumi untuk
merawat alam semesta dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak satupaun dari
tindakan kita yang mengarah kepada pengrusakan alam dengan dalih apapun.
Begitu juga prilaku kita antar
manusia harus dibina dengan sebaik-baiknya sehingga tidak ada lagi permusuhan
dan pertikaiaan di bumi ini. Setiap kejadian dan kehidupan kita tidak bisa
lepas dari kekuasaan Allah, oleh karrna itu kita dituntut untuk selalu mendekat
kapadaNya dan membumikan membumikan nilai-nilai kebaikan dan memakmurkan antar
sesama dan alam semesta. Pada taraf inilah, kita sebagai manusia memiliki
tanggung jawab besar dalam merawat, membina dan memakmurkan nilai-nilai
kebaikan, bukan sebaliknya.
Ketiga, kesadaran akan tanya
kemanakah kita akan kembali? Pertanyaan ini hanya memiliki satu jawaban yaitu
kembali kepada Allah yang menciptakan kita. Dalam proses kembali, kita akan
bertemu dengan yang namanya kematian. Ingat pada kematian merupakan alarm bagi
kehidupan manusia. Dari alam dunia kita menuju alam barzah melalui pintu kematian.
Dengan demikian, kematian memiliki kaitan dengan amal perbuatan yang kita
lakukan selaman hidup di dunia.
Di alam yang kita sebut barzah
ini, manusia akan mendapatkan balasan terhadap amal yang dilakukannya, baik itu
berupa siksaan maupun kenikmatan. Ketika amal kita selama di dunia adalah amal
perbuatan yang inkar kepada perintah dan larangan Allah, maka niscaya siksa
menjadi teman kita selama berada di alam barzah, begitu juga sebaliknya, jika
amal perbuatan kita selama hidup merupakan amal yang sholih, maka niscaya
kenikmatan menjadi teman selama di alam barzah.
Oleh karena itulah kita sebagai
manusia dapat mengambil hikmah dari tiga kesadaran diatas yaitu, kita harus
selalu senantiasa mendekatkan diri kepada Allahdan kita seharusnya selalu mengingat kematian
sebagai kontrol terhadap perbuatan kita selama di dunia serta senantiasa
beramal sholeh kepada sesama sehingga kita selalu menghindar dari prilaku
menyakiti orang lain. Nuwun.
0 on: "Pesan Tersembunyi dari Kematian"